SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kejati Banten mengambil sikap banding atas putusan kasus korupsi penyimpangan Dana Desa di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, tahun 2020 senilai Rp 988 juta.
Sikap banding tersebut diambil karena putusan hakim belum sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
“Iya, banding, ada perbedaan antara putusan dengan tuntutan,” ujar Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Selasa, 5 Desember 2023.
Rangga menjelaskan, perbedaan yang dimaksud adalah mengenai dakwaan yang dianggap terbukti.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, terdakwa mantan Kades Lontar, Aklani, telah terbukti bersalah melanggar dakwaan subsider. Yakni, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Sedangkan JPU berpendapat terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Rangga.
Rangga mengaku, pihaknya tidak mempersoalkan putusan majelis hakim yang menghukum terdakwa lebih ringan satu tahun dari tuntutan.
“Kalau vonis lima tahun tidak dipersoalkan, tapi mengenai yang dianggap terbukti (alasan banding),” ungkapnya.
Rabu malam, 29 November 2023, Aklani dijatuhi pidana lima tahun, denda Rp 300 juta subsider dua bulan kurungan dan uang pengganti Rp 790 juta lebih subsider dua tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang yang diketuai Dedy Adi Saputra dalam amar putusannya mengungkapkan, terdakwa Aklani telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Majelis menilai ada beberapa orang yang patut dimintai pertanggungjawaban,” ujar Dedy dalam putusannya.
Dedy menyebut pihak-pihak yang patut diseret ke proses hukum tersebut adalah mantan anak buah Aklani saat menjabat Kades Lontar. Mereka adalah Sukron yang pada saat itu menjabat Kaur Keuangan, Edi selaku Kaur Kegiatan Pemerintahan, Pendi selaku Kaur Kegiatan Perencanaan.
“Dan Kholid selaku Kaur Kegiatan Bidang Tata Usaha dan Umum,” ungkap Dedy.
Dedy menjelaskan, terdakwa Aklani dan para anak buahnya tersebut telah bersalah menyalahgunakan kewenangan dan penyimpangan Dana Desa. Akibatnya timbul kerugian negara Rp 988 juta lebih.
“Dari Rp 988 juta lebih kerugian negara, terdapat pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh saksi atas nama Mumu Muhidin sebesar Rp 198,128 juta. Pengembalian tersebut telah diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti,” katanya.
Dedy mengatakan, kerugian negara tersebut berasal dari alokasi Dana Desa tahun 2020 yang diterima Pemerintah Desa Lontar, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya, pekerjaan rabat beton di RT 03 dan RT 19.
Selain pekerjaan fisik, terdapat kegiatan yang lain yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kegiatan tersebut berupa pemberdayaan masyarakat untuk pelatihan servis handphone, bidang kesehatan tanggap darurat Covid-19 bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Banten Rp 50 juta.
“Pelatihan servis HP tidak dilaksanakan, bantuan sembako Rp 50 juta (tidak disalurkan),” ujar Dedy.
Dedy menambahkan, kasus korupsi yang menjerat terdakwa Arklani dilakukan saat dia masih menjabat sebagai Kades Lontar. Terdakwa Aklani merupakan Kades Lontar periode 2015 sampai 2021. (*)
Reporter: Fahmi
Editor: Agus Priwandono