SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten saat ini sedang meneliti kelengkapan berkas perkara Lucky Mulyawan Martono.
Penelitian berkas perkara anak bos Apotek Gama Grup, Edy Mulyawan Martono itu dilakukan setelah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai BPOM di Serang melimpahkan berkas perkaranya.
“Berkas perkaranya sudah kami terima pada hari Rabu lalu yang lalu (5 Februari 2025-red). Saat ini sedang dalam proses penelitian oleh jaksa peneliti,” kata Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Minggu kemarin, 9 Februari 2025.
Rangga mengungkapkan, jaksa peneliti mempunyai waktu 14 hari untuk meneriksa kelengkapan berkas perkara tersebut.
Hal itu tertuang dalam Pasal 110 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Waktunya 14 hari untuk meneliti berkas perkara, nanti jaksa yang meneliti akan memberikan petunjuk apakah berkas itu sudah dinyatakan lengkap atau ada kekurangan sehingga diminta untuk dilengkapi,” katanya.
Kepala Balai BPOM di Serang, Mojaza Sirait mengatakan, pihaknya melimpahkan berkas perkara tersebut setelah melakukan pemeriksaan terhadap Lucky.
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Gama Cilegon itu sebelumnya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Senin 3 Februari 2025. “Pemeriksaan sebagai tersangka,” katanya.
Mojaza menjelaskan, Lucky ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai pemilik sarana apotek.
Lucky diduga menjadi orang yang bertanggungjawab atas temuan obat di Apotek Gama Kota Cilegon.
Diduga, ratusan ribu butir obat yang ditemukan di apotek tersebut merupakan obat racikan atau setelan dan berbahaya. “LMM (Lucky Mulyawan Martono-red) ini merupakan PSA-nya,” ujar pria asal Papua ini.
Mojaza mengungkapkan, dalam kasus tersebut sekitar 400 ribu butir obat telah dilakukan penyitaan.
Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat. Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas.
“Obat ini digunakan buat sakit gigi,” ujarnya.
Mojaza mengungkapkan, obat setelan atau racikan tersebut merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat itu tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai.
Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin. “Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” tuturnya.
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Agung S Pambudi