SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Bidang Perdata dan Tata Usaha (Datun) Kejati Banten memulihkan keuangan negara Rp 303,704 miliar. Ratusan miliar tersebut didapat dari surat kuasa khusus (SKK) dari non litigasi sepanjang tahun 2024 lalu.
“Pemulihan keuangan kekayaan negara yang berasal dari SKK non litigasi sebanyak Rp 303.704.848.451,” kata Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama beberapa hari yang lalu.
Rakatama mengungkapkan, selain Rp 303 miliar lebih, Bidang Datun juga melakukan penyelamatan keuangan negara dari SKK litigasi sebesar Rp 30,308 miliar.
“Penyelamatan keuangan kekayaan negara yang berasal dari SKK litigasi sebanyak Rp 30.308.998.861,68,” ujarnya didampingi Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna.
Rakatama mengatakan, selain memulihkan keuangan negara hingga Rp 333 miliar lebih, pihaknya juga telah menyelamatkan keuangan dari perkara korupsi. Nilainya, Rp 16,8 miliar lebih. “Total penyelamatan kerugian keuangan negara dari kasus korupsi sebesar Rp 16,8 miliar lebih,” katanya.
Rakatama mengatakan, selain menyelamatkan keuangan negara Rp 16 miliar lebih, bidang Pidsus menangani 17 kasus korupsi. Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. “Penyelidikan ada 17 kasus, sedangkan penyidikan 9 kasus,” katanya.
Rakatama menjelaskan, dari kasus korupsi yang ditangani tersebut, beberapa kasus sudah dinyatakan selesai proses penyidikannya dan telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Serang. Kasus-kasus tersebut diantaranya, kasus korupsi mantan Supervisor (SPV) Operasional KCP Bank Banten di Malingping senilai Rp 6,1 miliar pada tahun 2022.
Kemudian, kasus gratifikasi Rp 700 juta Kades Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, Johadi; kasus gratifikasi Rp 407 juta oleh ASN Pemprov Banten Asep Saepurohman pada proyek pemecah ombak Cituis, Kabupaten Tangerang tahun 2019.
“Sudah ada beberapa kasus yang sudah dilimpahkan ke pengadilan,” katanya.
Rakatama menambahkan, dari perkara korupsi yang ditangani, sektor perbankan paling banyak yang dilakukan penindakan. Korupsi di perbankan ini dialami oleh bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan milik pemerintah daerah.
“Kasus korupsi di perbankan cukup banyak,” tutur pria asal Depok, Jawa Barat ini.
Editor: Aas Arbi