SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Usulan pengubahan fungsi hutan lindung seluas 1.600 hektare (Ha) oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar pada tahun 2023 di Kabupaten Tangerang lalu dituding merupakan pesanan dari pihak swasta.
Dalam proses pengusulan ini, Al Muktabar diduga kuat melibatkan korporasi guna memuluskan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indak Kapuk (PIK) 2 lewat perubahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
“Ini adalah salah satu bukti bahwa ternyata birokrasi kita juga sudah dibeli oleh oligarki, apa buktinya? ada perjanjian secara tertulis antara PT (Perseroan Terbatas),” ujar Panglima Brigadir Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Mathla’ul Anwar (DPP GEMA MA) Iwan Dharmawan belum lama ini.
Iwan mengaku miris dengan kegaduhan pengubahan fungsi hutan ini. Menurutnya, kegaduhan yang ditimbulkan oleh Al Muktabar ini tentu telah mencoreng birokrasi di Banten.
“Artinya ini bukti bahwa korporasi sudah mampu mengangkangi birokrasi kita. Sehingga mereka berupaya bagaimana caranya disediakan payung hukum dalam bentuk perizinan dalam bentuk perda,” sambungnya.
Dikatakannya, pengubahan status fungsi hutan yang luasnya lima kali dari Gelora Bung Karno (GBK) ini tidak sesuai prosedur. Dalam proses pengajuan, pihak terkait seperti DLHK dan DPRD Banten tak dilibatkan, apalagi masyarakat.
“Prosedur mana yang sudah sesuai? Apakah dilibatkan atau tidak masyarakat, ada DPR sebagai perwakilan masyarakat, ini mereka tidak pernah secara terbuka menyampaikan,” jelasnya.
Dalam proses pengajuan alih fungsi hutan lindung, seharusnya terdapat keterbukaan dengan segala pihak, terlebih masyarakat Banten sebagai warga yang terkena dampak. Mestinya, perubahan status hutan lindung atas nama apapun, termasuk investasi, harus dikaji lebih dalam, secara cermat benar-benar ditinjau ulang dampaknya. Tak bisa tiba-tiba dengan dalih memajukan pariwisata, namun bakal terjadi malapetaka.
“Ini kan ambisi-ambisi dari dari kelompok-kelompok elite yang memang bertemu kepentingannya dengan investor, saya katakan maling lah, maling, rampok tapi pakai nama investor,” ujarnya geram.
“Kalau mau ada proyeknya proyek apa? Mereka kan tidak tahu menahu, seyogyanya pemerintah mendapatkan masukan dari bawah,” tutupnya.
Editor: Aas Arbi