Oleh: Moehammad Amar Ma’ruf, Pria Kelahiran Padarincang-Kabupaten Serang, Penulis Buku Katulistiwa
MUNGKIN masih banyak masyarakat dunia yang bertanya di manakah provinsi/daerah tersebut berada. Daerah-daerah tersebut sebenarnya berada di Indonesia dengan letak yang terpisah yaitu Banten di Pulau Jawa dan Gorontalo di Pulau Sulawesi/Sulawesi. Daerah-daerah tersebut merupakan dua dari 38 provinsi di Indonesia. Indonesia sendiri terdiri dari 17.308 pulau (data Badan Geospasial Indonesia tahun 2024). Terdapat 5 pulau besar di Indonesia yaitu Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Jawa.
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat adalah bekerja di hutan dan berladang untuk menghasilkan rempah-rempah dan setengah hari bekerja sebagai nelayan di danau atau laut sekitar. Kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari ini telah menjadi kearifan lokal yang mengintegrasikan lingkungan dengan masyarakatnya. Dahulu masyarakat setempat gemar bepergian dengan kapal laut baik dalam maupun luar negeri.
Banyak peninggalan yang dapat ditemukan dari kedua daerah ini, di antaranya adalah Hukum Adat Kuno yang mengatur masyarakat untuk berlayar, dan berdagang melalui laut yang mereka sebut sebagai Ammana Gappa (1697-1723). Hukum ini berasal dari penguasa Wajo (Makassar) yang menjadi acuan masyarakat internasional ketika membahas hukum laut internasional hingga PBB mengesahkan Hukum Laut 1982. Dalam proses ini para pendiri bangsa dan tokoh Indonesia dalam diplomasi laut mempertahankan hak perairan internal dan teritorialnya untuk diakui dan diterima secara internasional. Disamping itu masyarakat setempat telah berhasil mengembangkan Kapal Tinggi Pertama pada abad ke-14 yang disebut dengan Pinisi (Kapal Layar Indonesia) yang telah menjadi warisan budaya tak benda dunia UNESCO bagi umat manusia.
Sementara itu di Provinsi Banten, ciri yang sama juga ditemukan khususnya pada masa Kerajaan Nusantara dimana utusan Sultan Banten beserta rombongannya (penguasa Banten) pada kurun waktu abad ke-16 (Catatan Harian John Evelyn (31 Oktober 1620-27 Februari 1706) mengarungi lautan internasional untuk mengunjungi jaringannya di Afrika dan disambut oleh Raja Inggris Charles II. Selain berkelana, masyarakat Banten juga gemar menjelajah hutan dan beraktivitas di persawahan serta ladang untuk menghasilkan rempah-rempah yang menarik minat para pedagang internasional.
Seperti yang banyak dikatakan oleh para ahli sejarah tentang kedua pulau ini, Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi dikenal sebagai pusat pemerintahan Kerajaan-kerajaan dan pusat rempah-rempah yang telah menarik banyak pengunjung untuk datang dan berbisnis dengan masyarakat setempat di bawah periode Kerajaan-kerajaan Nusantara sebelum kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kata Nusantara yang sekarang digunakan sebagai nama ibu kota baru Republik Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan. Saya beruntung memiliki kesempatan untuk mengunjungi kedua daerah ini dalam kesempatan yang berbeda untuk menemukan kearifan lokal mereka. Pertama kali saya mengunjungi Sulawesi adalah Kendari pada tahun 1991) dan kedua kalinya saya mengunjungi Boalemo Gorontalo pada tahun 2016 dan pada tahun 2017. Sementara itu saya cukup sering mengunjungi Banten karena Banten adalah kampung halaman orang tua saya dan lokasinya tidak jauh dari Ibu Kota Jakarta tempat saya tinggal.
Selama kunjungan, saya sangat terkesan dengan kedua masyarakat lokal ini yang berada di bawah pengawasan pemerintah daerah mereka untuk mengelola tanaman hutan untuk konsumsi kebutuhan sehari-hari mereka. Salah satu tanaman hutan produktif yang tumbuh di wilayah ini adalah Pohon Aren. Pohon ini masih dianggap melimpah di Gorontalo dan Banten. Secara topografi, kedua wilayah ini bergunung-gunung dan masih dihuni oleh banyak pohon hutan yang sejak awal telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat lokal mereka. Kedua masyarakat di provinsi ini sangat peduli dalam menjaga dan mengeksplorasi keanekaragaman hayati hutan yang telah memberikan manfaat tidak hanya manfaat ekologis tetapi juga manfaat ekonomi dan sosial. Waktu berlalu. Aset keanekaragaman hayati kedua pulau ini mendapatkan risiko untuk mendapatkan dampak dari langkah-langkah perambahan. Sementara itu pertumbuhan populasi daerah ini cukup tinggi dan permintaan untuk memiliki lebih banyak lahan semakin tinggi dari waktu ke waktu untuk pemukiman mereka. Itu berarti keanekaragaman hayati juga terancam.
Beruntungnya, pada kurun waktu tahun 2015 hingga 2017, saya menyaksikan adanya penelitian yang sangat strategis yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Program Desa Mandiri Berbasis Aren. Proyek ini berhasil mengajak masyarakat setempat untuk turut serta menjaga aset hutan dengan mengelola Gula Aren untuk mendukung keutuhan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Masyarakat dilatih untuk mengolah nira air menjadi bioetanol. Sungguh luar biasa. Proyek ini berhasil menghasilkan sedikitnya 500 liter bioetanol dari 2500 liter nira/nira. Tidak hanya bioetanol, masyarakat setempat juga mengolah kolang kaling sebagai makanan segar dan gula semut yang memiliki kualitas baik dari segi kesehatan dan ekonomi. Sisa hasil olahan produk ini juga menjadi pupuk dan produk biomassa. Apa yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat sejalan dengan visi dan misi dunia, utamanya dalam menyelamatkan bumi dari dampak perubahan iklim, polusi dan pemanasan global akibat pemanfaatan bahan bakar fosil. Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 2022 telah memperingatkan bumi akan menghadapi bencana. Dunia membutuhkan energi bersih yang akan mengantisipasi dan menyelamatkan manusia dari kondisi yang menyedihkan. Untuk itu dunia tidak dapat bekerja sendiri. Situasi ini harus diantisipasi secara global karena kita adalah bagian masyarakat global.
Untuk mengantisipasi dampak buruk tersebut, di tingkat nasional, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target pencampuran bahan bakar fosil dengan biofuel sebesar 31% pada tahun 2050. Hal ini bukanlah tugas yang mudah karena industri yang ada saat ini masih bergantung pada minyak dan gas fosil. Oleh karena itu, sektor energi Indonesia dan pemangku kepentingan terkait mendukung cara kreatif untuk menggunakan biomassa dan bioproduk agar dapat segera diterapkan.
Sejalan dengan upaya di atas, merupakan momen yang cukup menggembirakan ketika semua pemangku kepentingan di daerah tetap waspada dan aktif untuk mempertahankan proyek yang ada meskipun dalam kasus bioetanol dari nira aren masih rendah atau bahkan hanya berjalan di tempat.
Untuk terus mengingatkan kepada seluruh pemangku kepentingan di kancah nasional dan internasional tentang langkah-langkah luhur yang telah dilakukan oleh Provinsi Gorontalo dan Provinsi Banten dalam upaya mendukung Pangan, Energi Bersih, serta kesehatan dan keterpaduan sosial, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Sektor Perkebunan-Dinas Pertanian Provinsi Banten, Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Hayati dan Lingkungan-Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, KPH Kabupaten Boalemo, Universitas Negeri Gorontalo dan Badan Pengelola SESRIC-OIC yang berkedudukan di Turki, pada tanggal 26 Februari 2025 akan menyelenggarakan webinar internasional tentang Prospek Pengelolaan Pohon Aren di Indonesia dan juga di dunia.
Pertemuan ini sangat berarti bukan saja bagi kita sebagai bangsa Indonesia tetapi juga bagi kita sebagai warga dunia yang sama-sama menginginkan Indonesia dan dunia menjadi lebih baik, lebih sejahtera dan lebih tenteram. Langkah berbagi di atas sangat sejalan dengan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu ikut serta secara aktif dalam memelihara ketertiban dunia dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia maupun dunia. Langkah konkrit ini telah menjadi acuan sedikitnya peserta dari 26 negara dan 4 badan internasional (FAO dan 3 badan di OKI) yang hadir. Langkah ini menjadi lebih berarti dengan upaya para narasumber dari Indonesia dan tim dalam mengerahkan sumber daya manusia dan sumber daya alam, terutama dalam mengelola wilayah-wilayah yang tergolong terpencil dan rentan baik dari segi kualitas sumber daya manusianya maupun kualitas lingkungannya, sedangkan wilayah-wilayah tersebut sesungguhnya kaya akan keanekaragaman hayati.
Berbekal tekad dan ilmu serta kerjasama para bapak ibu dengan tim pentahalix, Indonesia diyakini masih memiliki peran untuk memberikan sumbangsih bagi Indonesia dan dunia. Saya sendiri memandang bahwa upaya menjaga keanekaragaman hayati merupakan aset strategis yang harus dioptimalkan oleh bangsa Indonesia. Para pemimpin nasional dan daerah harus memperhatikan hal ini bahkan mengimplementasikannya ke dalam program-program yang nyata dan berimbang. Pohon aren sebagai salah satu jenis palma dari sekitar ribuan bahkan jutaan flora di dunia merupakan anugerah yang patut dilestarikan bahkan dikembangkan. Sama halnya dengan jenis flora bermanfaat lainnya. Saya berharap seluruh komponen bangsa baik pemerintah, swasta, perorangan maupun pihak terkait, baik dalam maupun luar negeri, memiliki satu arah dan misi yang sama, yaitu mengelola kearifan lokalnya secara berkelanjutan, sehingga upaya tersebut dapat berperan secara seimbang dan mendukung terwujudnya ketahanan pangan, energi bersih, lingkungan alam, serta pemberdayaan sosial masyarakat yang berkelanjutan.
Wallahu’alam bishowab.
Editor: Aas Arbi