LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID- Di tengah keterbatasan sarana dan peluang kerja di pedesaan, dua warga Kabupaten Lebak berhasil mengubah limbah menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan. Adalah Agum, seorang petani muda dari Kecamatan Rangkasbitung dan Hadi Muntoha, pengusaha lokal yang kini sukses menjalankan usaha budidaya jamur tiram berbasis limbah serbuk kayu.
Berangkat dari keprihatinan akan banyaknya limbah serbuk gergaji yang terbuang sia-sia, Agum bersama Hadi memanfaatkan limbah kayu itu sebagai media tanam jamur tiram. Siapa sangka, ide sederhana itu kini menjelma menjadi sumber penghasilan.
Agum menyampaikan, awal mula mengawali usaha jamur tiram dari limbah gergaji ini dari teman-teman tongkrongan di salah satu kompleks tempat tinggalnya di Rangkasbitung yang akhirnya melahirkan usaha budidaya jamur tiram.
“Ya, awalnya kita lagi nongkrong-nongkrong, terus salah satu rekan tuh temen ngobrolin masalah jamur. Jadi khususnya di Kabupaten Lebak ini emang kebutuhan jamur itu masih sangat dibutuhkan ya, jadi masih belum terpenuhi,” kata Agum kepada Radar Banten saat beradai di usaha jamurnya, Selasa 22 April 2025.
Memulai dengan survei lapangan dan pasar, budidaya jamur tiram terbukti cocok dengan iklim dan kondisi lingkungan di Lebak. Setelah beberapa survei lapangan sukses, Agum bertemu dengan Hadi Muntoha yang tertarik untuk mengembangkan usaha ini ke skala yang lebih besar.
“Makanya kita survei ke pasar, terus ke tengkulak, terus ke jamur-jamur krispi tuh emang lumayan agak susah katanya gitu, masih susah lah. Ngobrol-ngobrol kebetulan dan akhirnya usaha kita berkembang sampai sekarang,” tuturnya.
Jamur yang dihasilkan Agum dijual ke penjual jamur krispi dan pedagang sayur serta warga sekitar. Dalam sekali panen bisa menghasilkan 20 sampai 25 kilogram jamur tiram segar dari toatal 8.000 begeluk atau media tanam tamur. “Per kilo untuk harga khususnya di Lebak, kita biasa 15 ribu per kilogram. Omzet Per bulan 500 kali 30 aja tuh, gitu. Jadi sekitar segituan ya,” jelasnya.
Sementara itu, Hadi Muntoha, pemilik usaha jamur tiram, menyampaikan, yang menarik, usaha ini bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berdampak sosial.
“Kami akan mengadakan pelatihan untuk warga sekitar, terutama pemuda dan ibu rumah tangga yang ingin belajar budidaya jamur. Kami ingin usaha ini jadi solusi ekonomi untuk masyarakat desa,” tuturnya.
Menurut Hadi, tantangan terbesar dalam usaha ini bukan pada produksi, tetapi pada pengelolaan kualitas dan distribusi. Mereka harus menjaga jamur tetap segar saat sampai di tangan pembeli, terutama pedagang sayur, pedagang jamur krispi, dan restoran-restoran yang menjadi pelanggan tetap.
“Kami juga mulai mengembangkan olahan jamur seperti kripik jamur dan jamur crispy untuk meningkatkan nilai tambah,” pungkasnya.
Editor: Mastur Huda