PANDEGLANG,RADARBANTEN.CO.ID–Bawaslu Kabupaten Pandeglang menggelar kegiatan penguatan kelembagaan bertajuk ‘Transformasi Kelembagaan Pengawas Pemilu sebagai Institusi Kontrol Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan’ yang berlangsung di Hotel Horison Pandeglang.
Ketua Bawaslu Pandeglang, Febri Setiadi, mengatakan kegiatan ini penting dilakukan untuk memperkuat peran kelembagaan pengawas pemilu.
Ia menilai Pemilu 2024 menjadi catatan sejarah, karena untuk pertama kalinya pemilu legislatif dan pilkada dilaksanakan di tahun yang sama.
“Energi yang dikeluarkan oleh teman-teman KPU dan Bawaslu luar biasa. Alhamdulillah meskipun banyak dinamika, kita bisa melewati tahapan itu dengan baik. Indikatornya, di Pandeglang tidak ada peristiwa penghitungan suara ulang,” kata Febri dalam sambutannya, Selasa 16 September 2025.
Lanjut Febri, terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 yang memutuskan pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal pada periode mendatang.
Menurutnya, hal ini akan berimplikasi pada perubahan regulasi, sehingga kelembagaan Bawaslu perlu diperkuat.
“Kami berharap hasil kegiatan ini bisa menjadi bahan inventarisasi masalah yang nantinya menjadi masukan dalam pembahasan RUU Pemilu di DPR RI, terutama di Komisi II. Harapannya ada perbaikan, baik dari sisi regulasi, optimalisasi pencegahan, pengawasan, maupun penindakan,” tegasnya.
Febri menjelaskan, transformasi kelembagaan Bawaslu telah melalui proses panjang.
Sebelum permanen, Bawaslu masih berbentuk ad hoc pada Pilkada 2015 dan Pilgub 2017. Baru pada 2018, kelembagaan Bawaslu dipermanenkan setara dengan KPU.
“Jelang perubahan UU Pemilu, kami ingin memastikan Bawaslu ke depan semakin kuat sebagai institusi kontrol dalam penyelenggaraan pemilu, baik di tingkat nasional maupun lokal,” jelasnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Banten Ali Faisal mengatakan bahwa pentingnya agenda penguatan kelembagaan jelang perubahan regulasi kepemiluan usai Pemilu dan Pilkada 2024.
Menurutnya, masa jeda tahapan saat ini harus dimanfaatkan maksimal untuk diskusi dan menyiapkan regulasi baru.
“Setelah pemilu dan pilkada 2024, kita punya jeda waktu yang cukup panjang. Waktu ini kita gunakan semaksimal mungkin untuk diskusi. Tujuannya tentu saja penguatan kelembagaan dan persiapan regulasi pada pemilu berikutnya,” kata Ali.
Ali menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 membawa perubahan besar pada desain pemilu.
Jika pada 2024 pemilu nasional dan pilkada digelar dalam satu tahun, maka ke depan akan dipisahkan dalam dua gelombang.
“Pemilu nasional tahun 2029 hanya memilih presiden, DPR, dan DPD. Dua tahun setelahnya, baru digelar pemilu lokal yang mencakup gubernur, bupati, wali kota, serta legislatif daerah. Ini model baru yang belum pernah ada sebelumnya,” jelasnya.
Menurut Ali, perubahan sistem ini juga akan berdampak pada regulasi, termasuk Undang-Undang Pemilu Nomor 7/2017 dan UU Pilkada Nomor 10/2016 yang dipastikan tidak lagi berlaku.
“Nanti akan lahir regulasi baru yang diturunkan menjadi PKPU untuk KPU dan Perbawaslu untuk Bawaslu,” ujarnya.
Ali menegaskan, Bawaslu tidak hanya bekerja pada saat tahapan berlangsung. Pendidikan politik dan pendidikan pemilih, kata dia, tetap berjalan di luar tahapan sebagai bagian dari penguatan demokrasi yang substansial.
“Kita sering ditanya, setelah pilkada KPU dan Bawaslu dianggap makan gaji buta. Padahal tugas kami tetap ada, seperti pendidikan politik dan pemilih. Itu bagian dari membangun demokrasi yang sehat,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Ali juga meminta peserta forum untuk memberi masukan terkait pelaksanaan pemilu sebelumnya, termasuk soal efektivitas penyelenggaraan, sistem pengawasan, hingga penanganan pelanggaran.
Seluruh masukan tersebut akan dihimpun dan disampaikan ke DPR sebagai bahan dalam pembahasan regulasi baru.
“Momentum ini tepat sekali untuk menjahit masukan dari partai politik, tokoh masyarakat, akademisi, dan pemuda. Nanti hasilnya akan kami bawa ke Komisi II DPR RI sebagai bahan hearing,” tuturnya.
Reporter: Moch Madani Prasetia
Editor: Agung S Pambudi











