SERANG – Tsunami yang melanda Provinsi Banten dan Lampung (Selat Sunda) tidak dipicu gempa bumi, melainkan disebabkan erupsi Gunung Anak Krakatau merupakan kasus baru di Indonesia. Oleh sebab itu, Pemprov Banten membuka peluang untuk mengusulkan bencana tsunami sebagai bencana nasional bukan bencana daerah.
Penjabat Sekda Banten Ino S Rawita mengungkapkan, tsunami yang melanda Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang telah merenggut lebih dari 400 korban jiwa. Oleh sebab itu, Pemprov Banten bersama Pemkab Serang dan Pemkab Pandeglang terus melakukan penanganan bencana secara terpadu. “Saat ini tsunami yang terjadi masih menjadi bencana daerah bukan bencana nasional,” kata Ino kepada Radar Banten, Kamis (27/12).
Melihat jumlah korban jiwa dan kerusakan yang sangat parah akibat tsunami di Banten, lanjut Ino, tidak menutup kemungkinan bagi Pemprov mengusulkan ke pemerintah pusat agar ditetapkan sebagai bencana nasional. “Pemprov sedang menunggu usulan dari Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, bila sudah ada baru diusulkan ke pemerintah pusat (terkait penetapan bencana nasional),” tuturnya.
Berdasarkan data Basarnas Banten, hingga Kamis (27/12), tercatat 420 korban jiwa akibat tsunami Selat Sunda. Menurut Kepala Basarnas Provinsi Banten Zaenal, jumlah korban kemungkinan akan terus bertambah karena saat ini petugas dan relawan masih melakukan evakuasi dan pencarian korban yang dinyatakan hilang. “Kita terus optimalkan evakuasi dan pencarian jenazah yang belum ditemukan,” kata Zaenal.
Saat ini, petugas dan relawan memfokuskan wilayah Kecamatan Panimbang dan Sumur di Kabupaten Pandeglang, karena banyak korban yang belum ditemukan. “Kami berharap cuaca di perairan itu normal sehingga bisa ditemukan jenazah maupun korban yang masih hidup,” urainya.
Dari 420 korban yang meninggal dunia, 306 jenazah ditemukan di Banten dan 114 jenazah di Lampung. Sedangkan jumlah korban luka-luka untuk Banten 757 orang dan Lampung Selatan 284 orang. “Korban yang belum ditemukan di wilayah Banten 44 orang dan di Lampung Selatan 11 orang,” ungkapnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten E Kusmayadi mengaku, pihaknya masih fokus pada penanganan bencana dan evakuasi korban. “Kita fokus pada pencarian korban yang belum ditemukan, Pemprov sudah mendirikan 29 posko kemanusiaan untuk ribuan warga yang mengungsi akibat bencana tsunami,” ujarnya.
Terpisah, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengungkapkan, pihaknya tidak mempersoalkan bencana tsunami di Selat Sunda ditetapkan sebagai bencana nasional atau hanya bencana daerah. Menurutnya, penanganan bencana yang terpenting adalah pemerintah daerah cepat tanggap dalam hal menangani korban atau daerah yang sedang terkena bencana. “Penanganan bencana yang dilakukan Pemprov dan pemkab sejauh ini sudah cukup baik, pemda sudah melakukan kerja keras dibantu oleh para relawan, aparat kepolisian, TNI dan Basarnas serta intansi terkait lain. Yang perlu disikapi adalah bagaimana ke depan baik pemerintah daerah atau pun pusat dalam hal membangun mitigasi bencana dengan serius, sehingga potensi bencana bisa kita antisipasi dini agar tidak lagi menelan banyak korban,” ungkapnya.
DPRD Banten, lanjut Asep, saat ini sedang membahas perda tentang zonasi pesisir pulau-pulau kecil. “Ke depan kita akan melakukan pembenahan terhadap bangunan-bangunan yang tidak mengindahkan garis sempadan pantai, termasuk industri-industri yang dalam areal pabriknya melanggar aturan. Perda ini diharapkan menjadi bagian dari upaya mitigasi bencana dari sisi regulasi, sehingga setelah perda ini jadi, penertiban akan kita lakukan. Semua hotel yang berada di sepanjang garis pantai ketika menyalahi aturan harus dibongkar,” tegas Asep.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana tsunami yang ditetapkan pemerintah pusat sebagai bencana nasional adalah tsunami Aceh 2004. Sementara gempa di Lombok dan tsunami di Palu tahun 2018 tidak ditetapkan menjadi bencana nasional.
Kriteria mengenai bencana nasional sebetulnya tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Namun, memang tak secara detail diatur mengenai batasannya. Kemudian penentuan status tingkatan bencana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, salah satu bencana daerah yang statusnya ditingkatkan ke skala nasional adalah tsunami di Aceh tahun 2004. Namun ada konsekuensi yang harus dihadapi setelah penetapan status tersebut. “Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke pemerintah pusat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja,” tutur Sutopo beberapa waktu lalu. (Deni S/RBG)