SERANG – Mekanisme pencairan bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemprov Banten untuk Kabupaten Kota, berbeda dengan tahun sebelumnya. Pencairan akan diberikan secara bertahap dan pencairan selanjutnya akan bergantung dari progres capaian sebelumnya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Nandy Mulya S mengatakan, Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Bankeu Provinsi Banten mengatur lebih detail pencairan bantuan tersebut. “Di sana ada mekanisme yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,” kata Nandy usai sosialisasi Pergub tersebut di Aula BPKAD Banten, Rabu (29/3).
Dijelaskannya, pencairan untuk tahap 1 triwulan I, dicairkan 20 persen. Nantinya, Kabupaten Kota ditanya pertanggungjawabannya, jika realisasinya sudah mencapai 70 persen maka baru dicairkan untuk tahap selanjutnya. “Terus saja begitu. Jadi tidak langsung dikasihkan, lalu kita menunggu pertanggungjawabannya,” jelas Nandy.
Karenannya, jika terjadi Silpa atas penggunaan Bankeu tersebut, maka anggaran yang tidak terpakai tidak di kas Kabupaten Kota. “Tapi jadi Silpa Provinsi,” kata mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Banten yang mekar menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan BPKAD ini.
“Kalau Kota Serang menolak, itu akan menjadi Silpa di kita. Tapi kalau di APBD Perubahan kita gunakan untuk program yang lain, nanti kita menunggu di APBD Perubahan,” sambungnya menjawab kemungkinan Silpa Bankeu atas rumor penolakan Bankeu dari Pemkot Serang.
Namun, Nandy mengatakan, Silpa telah diantisipasi dalam Pergub tersebut. Apalagi, Inspektorat diberi peran untuk melakukan pemeriksaan ke tingkat bawah atas Bankeu untuk Kabupatan Kota. “Jadi Pergub yang sekarang sudah menjawab persoalan-persoalan 2016 sebelumnya, sehingga lebih tertata,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten Hudaya Latuconsina mengatakan, Bankeu harus dapat menjawab persoalan bersama. Terutama yang berkaitan dengan persoalan wajib seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, sosial, trantib, dan pemukiman.
Masalah tersebut dinilai yang berimplikasi langsung terhadap Provinsi. Karenanya, Hudaya mengatakan, analisa kebutuhan ke depan didasarkan pada pendekatan sinergisitas. “Misalnya kita mendapat informasi analisa BI (Bank Indonesia) terhadap pertumbuhan ekonomi, kita melihat ternyata persoalan-persoalan yang melambatkan ekonomi Banten itu di antaranya SDM. Itu artinya berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, selain infrastruktur,” katanya.
Terhadap persoalan tersebut, lanjutnya, antara Provinsi dan Kabupaten Kota perlu merumuskan indikator kinerja bersama. Sehingga, perlakukan supporting dari Kabupaten Kota bisa dapat menjawab persoalan mendasar di Provinsi Banten. “Ketika belanja keuangan tahun yang akan datang tetap kita lakukan, itu benar-benar menyelesaikan indikator kinerja secara bersama,” ujarnya.
Misalnya, untuk menerapkan angka partisipasi kelulusan (APK) SMA SMK yang menjadi kewenangan Provinsi, tidak akan terwujud jika APK SMP-nya tidak dikuatkan. “Supporting kita seperti apa, sehingga lulusan SMP lebih banyak, tidak hanya secara jumlah, tapi menjamin kelangsungan mereka untuk melanjutkan ke SMA SMK-nya tinggi,” paparnya.
Karena itu, Hudaya menilai, perencanaan program penggunaan anggaran Bankeu harus dilakukan dengan pendekatan sinergisitas dalam memahami persoalan bersama. “Hal yang harus kita selesaikan pendekatan integrasinya lebih kita sepakati,” katanya. (ADVERTORIAL/BPKAD PROVINSI BANTEN)