CILEGON – PT Indoferro terus merugi membuat perusahaan nikel di Kota Cilegon ini menghentikan produksi. Sekitar 1.200 pekerja yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) resah dan menolak PHK.
Informasi adanya PHK massal baru diketahui pada Kamis (20/7) setelah manajemen PT Indoferro memasang pengumuman yang ditempel di pagar kantor yang beralamat di Jalan Sunan Demak, Kelurahan Kepuh, Kecamatan Ciwandan. Dalam surat Nomor A/17/VII/IF-DIR/001, ditulis bahwa menindaklanjuti pertemuan dengan serikat buruh pada Rabu (19/7), perusahaan melakukan PHK sejak 20 Juli dikarenakan perusahaan tutup atau tidak ada lagi aktivitas kerja.
Dalam surat itu juga dijelaskan, karyawan yang menuntut hak-haknya dapat mendaftarkan diri dengan menghubungi pihak yang ditunjuk perusahaan mulai 21-31 Juli ke Serpong, Tangerang Selatan. Turut dicantumkan juga nomor telepon, email, serta alamat kuasa hukum yang ditunjuk indoferro.
Wakil Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) PT Indoferro Kiki Kurniawan yang ditemui saat unjuk rasa, kemarin, menegaskan, ia dan buruh yang tergabung dalam SBSI PT Indoferro menolak keras adanya PHK yang dilakukan perusahaan. Dia menilai, PHK oleh perusahaan dilakukan secara sepihak dengan alasantutup. “Indoferro memberi informasi 19 Juli, pada 20 Juli mereka menyatakan log out. Kalau log out kan ada tahapannya, misalnya harus diumumkan tujuh hari sebelumnya dan ada audit keuangan dua tahun terakhir,” kata Kiki, Jumat (21/7).
Menurutnya, jumlah karyawan PT Indoferro yang di PHK berkisar 1.200 orang. Jumlah tersebut terdiri dari karyawan indoferro dan pegawai kontraknya sekira 1.000 orang, ditambah karyawan yang di kantor Jakarta. “Kami hanya diberi tahu kuasa hukum, sekarang pihak manajemen sudah pergi dan tidak ada lagi di kantor. Dalam surat pengumuman kami disuruh mengambil hak PHK kami ke Serpong. Itu kan lucu, kerja di sini (Cilegon-red) mengambil pesangon di Serpong,” ungkapnya.
Kata Kiki, meski sudah di-PHK, ia dan karyawan lain bakal tetap datang ke indoferro sesuai dengan jam masuk dan pulang kerja. “Kami akan tetap datang, kalaupun sudah tidak ada aktivitas kami akan berkumpul di depan perusahaan,” ujarnya.
Kiki menuturkan, pihak perusahaan menjelaskan salah satu alasan dilakukan PHK lantaran harga nikel menurun drastis. Kata dia, permasalahan harga naik atau turun merupakan urusan manajemen, bukan urusan karyawan. “Kalau karyawan hanya tahu kita bisa bekerja saja, perusahaan juga harusnya jangan main tutup saja karena jika sekarang harga nikel turun siapa tahu ke depan harga akan naik lagi,” tuturnya.
Pihak karyawan, kata dia, sebenarnya tidak menyalahkan 100 persen perusahaan melakukan PHK. Kebijakan pemerintah yang memperbolehkan impor nikel mentah cukup merugikan perusahaan seperti Indoferro. “Tapi tetap perusahaan tidak boleh sembarangan melakukan PHK, siapa tahu nanti muncul kebijakan baru atau harga nikel kembali naik,” pungkasnya.
Ketua SBSI PT Indoferro Isro berharap perusahaan tempat ia bekerja bisa berproduksi kembali. Hasil kerjanya di PT Indoferro untuk menghidupi anak istri. “Jika perusahaan ini tidak beroperasi lagi dari mana kita memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
Kepala Divisi Kesehatan Keamanan dan Lingkungan PT Indoferro Ade Alamsyah mengatakan, ditutupnya pabrik nikel lantaran harga nikel dunia belakangan ini sedang anjlok. “Biasanya harga nikel dunia per ton USD15.000. Tapi belakangan ini harga nikel dunia sampai USD9.000,” katanya.
Menurut Ade, anjloknya harga nikel sangat berdampak terhadap produksi perusahaan. “Akhirnya manajemen mengambil kebijakan untuk melakukan PHK secara massal. Seluruh karyawan diberhentikan sepihak,” terang Ade. Dia tidak bisa memastikan berapa jumlah karyawan Indoferro. Namun, diperkirakan 800 orang. “Semuanya dipecat tanpa terkecuali,” tutur Ade.
Saat dikonfirmasi, Direktur PT Indoferro David Cornelius mengklaim, proses PHK yang dilakukan sudah dikomunikasikan dengan baik. Setiap forum selalu dimanfaatkan untuk sosialisasi. “Perusahaan sangat merugi karena adanya peraturan baru. Harga market menurun sekira 25 persen. Bahkan hingga akhir bulan ini diprediksi akan mengalami penurunan lagi sekira 11 persen,” ungkapnya.
Kata dia, PT Indoferro saat ini sudah tidak melakukan aktivitas produksi hingga batas yang belum ditentukan. Untuk kembali beroperasi, perusahaan akan melihat kondisi market. “Kalau sudah ada respons baik dari pasar dan harga sudah mengalami kenaikan mungkin akan jadi pertimbangan untuk kembali berproduksi,” pungkasnya. (Alwan/Umam/RBG)