CILEGON – Minat perempuan untuk terjun ke dunia politik dinilai masih kurang. Hal itu masih menjadi problem bagi partai politik (parpol) ketika harus mempunyai bakal caleg perempuan minimal 30 persen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Lili Romli menilai, banyak faktor dan kendala yang menyebabkan perempuan masih belum berminat untuk turun ke dunia politik praktis. “Ketika mereka menjadi caleg belum tentu mereka terpilih. Ini lantaran mereka juga harus bersaing ketat baik sesama perempuan maupun laki-laki,” kata Lili, Jumat (30/3).
Kata Lili, melihat masih adanya sejumlah parpol yang belum bisa memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan, bisa jadi ada parpol yang terancam tidak lolos. “Bisa jadi ada yang tidak lolos. Jika tidak terpenuhi maka parpol akan terkena sanksi,” ujar Lili.
Untuk menghindari parpol tidak terkena sanksi, Lili menyarankan agar parpol melakukan pendekatan dan menempatkan para bakal caleg perempuan tersebut di nomor urut atas. “Selain itu, perlu adanya penguatan bagi para caleg atau bakal caleg perempuan oleh parpol itu sendiri,” tutur Lili.
Dikatakan Lili, salah satu upaya yang dilakukan untuk penguatan para bakal caleg perempuan, bakal caleg perempuan harus diberdayakan melalui pelatihan tentang pemenangan pemilu. “Ini salah satu cara agar kaum perempuan mau terjun ke dunia politik praktis,” imbuh Lili.
Sementara akademisi Untirta Suwaib Amiruddin mengatakan, bila ada parpol yang sekarang baru mencari bakal caleg perempuan, itu sudah bukan waktunya lagi. “Kalaupun harus mencari, itu dilakukan untuk jangka panjang,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu.
Seharusnya, menurut Suwaib, parpol dari awal sudah melakukan kaderisasi terhadap caleg perempuan yang siap kapan pun dicalonkan. Namun, kaderisasi di internal parpol tak berjalan. Seharusnya, parpol memasukkan kader-kader perempuan ke dalam sebuah organisasi perempuan yang dimiliki parpol tersebut. “Sehingga yang terjadi, bukan kaum perempuan yang berminat terhadap politik. Sebaliknya, parpol menarik-narik perempuan untuk masuk ke politik,” terang Suwaib.
Lantaran dengan cara itu, dampaknya baru terasa sekarang. Kata Suwaib, ketika musim pileg datang, tidak ada kader perempuan yang mau maju menjadi bakal caleg. “Dengan kondisi seperti ini maka yang salah memang parpol. Parpol tidak pernah mau memberikan pendidikan politik terhadap kaum perempuan. Seharusnya itu yang mereka lakukan jika ingin mempunyai bakal caleg perempuan,” ujar Suwaib.
Lebih lanjut kata Suwaib, yang bisa dilakukan oleh parpol, jika masih kesulitan mencari bakal caleg perempuan adalah dengan mencari perempuan untuk menjadi kader terlebih dulu. “Tapi, untuk kepentingan jangka panjang. Kalau sekarang sudah cukup sulit. Apalagi waktunya sudah tidak mungkin,” kata Suwaib lagi.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD PAN Alawi Mahmud mengklaim partainya sudah memenuhi kuota 30 persen bakal caleg perempuan dan akan menjadi caleg perempuan. “Kita sudah penuh kuota kok. Bahkan kita sudah lebih,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua DPC Partai Demokrat Rahmatulloh mengakui, masih ada beberapa daerah pemilihan yang belum memenuhi kuota caleg perempuan. Namun, ia optimistis pada masa pendaftaran nanti semua dapil akan terisi sesuai proporsinya. “Belum semua terisi, kami masih membuka pendaftaran untuk mencari yang terbaik,” ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, parpol yang baru memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan baru Golkar. Sedangkan parpol lainnya masih dalam tahap mencari bakal caleg yang nantinya bakal diseleksi menjadi caleg perempuan. (mam-ibm/ira/RBG)