SERANG – Direktur Utama (Dirut) PT Novagro Indonesia (NI) dan PT Lintasan Global Nusantara (LGN) Ryan Anthoni (42) dituntut pidana 16,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (10/10). Ryan Anthoni dinilai terbukti melakukan korupsi dana Kerjasama Operasional (KSO) Yayasan Bapelkes Krakatau Steel (KS) senilai Rp208 miliar.
Ryan Anthoni dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dakwaan primer. “Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ryan Anthoni selama 16 tahun dan 6 bulan penjara,” kata ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Pantono.
Selain pidana penjara, lelaki asal Perumahan Griya Permata Asri (GPA), Kelurahan Dalung, Kecamatan Cipocokjaya, Kota Serang itu dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp64 miliar lebih subsider lima tahun penjara. “Membayar denda Rp500 juta, apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana selama 6 bulan penjara,” ucap Pantono di hadapan majelis hakim yang diketuai Emy Tjahjani Widiastoeti.
Tingginya tuntutan pidana itu, lantaran Ryan Anthoni dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan sudah pernah dihukum. Selain itu, Ryan Anthoni dinilai tidak berterus terang selama persidangan dan tidak mengakui perbuatannya sebagai hal memberatkan. “Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan,” kata Pantono.
Diuraikan JPU, dugaan korupsi bermula, saat Ryan Anthoni bersama Rudi Achmad bertemu Manager Investasi Yayasan Bapelkes KS Arief Santosa pada Juli 2012. Saat itu, Ryan Anthoni memberikan proposal penawaran kerjasama bidang batubara kepada Arief Santosa, tetapi ditolak. Akhir 2012, Ryan Anthoni diantarkan Tb Ike Nikita menemui Triono di kantor Yayasan Bapelkes KS.
Januari 2013, Ryan Anthoni ditemani Andi Gouw, Edwin Gouw, dan Andi Arif mengajak Triono menghadiri presentasi Eka Wahyu Kasih selaku Direktur PT Kasih Industri Indonesia (KII) di kantor PT KII di Jakarta Barat. Disimpulkan, PT NI akan menanggung pembiayaan pembelian batubara untuk ekspore ke China didasarkan kontrak kerja dengan PT KII. “Selisih keuntungan antara pembelian dan penjualan sebanyak Rp20 ribu permetrik ton,” kata Dipiria, anggota tim JPU.
Usai pertemuan itu, diadakan pertemuan antara Triono dengan Ryan Anthoni. Triono menegaskan butuh jaminan 100 persen dari dana yang dikerjasamakan. Hasil pertemuan itu disampaikan Triono kepada Ketua Yayasan Bapelkes KS Herman Husodo. Penawaran kerjasama disetujui. Penawaran itu disetujui dengan alasan PT NI telah mengeluarkan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Bisnis batubara itu juga diyakini memberikan keuntungan cukup tinggi.
Pada 2013, PT NI membuat KSO dengan Bapelkes KS. Usai KSO ditandatangani, PT NI menerima kucuran dana. “Sejak awal KSO ditandatangani telah bertentangan dengan arahan investasi,” ucap Dipiria.
Kucuran dana yang diterima Ryan Anthoni, seolah-olah digunakan untuk membeli batu bara dari PT Mutiara Fortuna Raya. Padahal, PT Mutiara Fortuna Raya adalah anak perusahan PT KII. Dana itu oleh PT Mutiara Fortuna Raya ditransfer ke rekening PT KII. Dana itu kemudian oleh PT KII digunakan membeli batubara dari PT Senamas Energindo Mineral. “Kemudian dikirim ke PT PLN dan hasil penjualannya tidak seluruhnya dikembalikan ke PT Novagro Indonesia,” kata Dipiria.
Pada 2013, Herman Husodo menerbitkan surat pengakuan hutang sebesar Rp36 miliar untuk PT LGN. Dana itu digunakan untuk pengadaan kapal pengangkut batubara. Sebagai imbalan, Ryan Anthoni memberikan saham 10 persen saham PT LGN kepada Triono dan Herman Husodo. “Herman Husodo menerima uang sebesar Rp30 juta dan Triono sebesar Rp100 juta,” kata Dipiria.
Pemberian hutang itu diambil setelah terjadi diskusi antara Herman Husodo, Triono, dan Andi Arif, Ryan Anthoni dan Andi Gouw. Utang itu akan dilunasi selama 18 bulan dengan cicilan setiap bulan sebesar Rp2,4 mliiar. Namun, baru disetorkan Rp6,6 miliar. Sehingga, total kerugian Bapelkes KS mencapai Rp93,1 miliar.
Kucuran dana itu telah telah menabrak aturan SK Pembina Yayasan Bapelkes KS tentang Arahan Investasi. Sesuai SK Pembina Yayasan Bapelkes KS Pasal 2 ayat (8) huruf b disebutkan jaminan asset harus senilai 100 persen dengan surat pengakuan hutang. (Merwanda/RBG)