SERANG – Harapan Direktur Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Ciomas Tb Boyke F Sandjadirja memeroleh keuntungan dari bisnis penukaran uang kandas. Boyke justru terjerat perkara korupsi lantaran menggunakan dana kas LKM Ciomas sebagai modal bisnis tersebut.
Hal itu terungkap pada sidang perdana perkara korupsi dana kas LKM Ciomas di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (17/12). Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Serang M Sulistiawan menghadirkan Boyke dan Kabag Dana LKM Ciomas Najarudin sebagai terdakwa.
Diuraikan JPU, perkara tersebut bermula pada 2012. Saat itu Boyke ditemui Ojang Yohana di kantor LKM Ciomas. Ojang menawarkan bisnis tukar uang lama pecahan Rp100 ribu kepada Boyke. Setiap pecahan Rp100 ribu baru dapat ditukar dengan uang pecahan lama sebesar Rp300 ribu.
Namun, Boyke harus menukarnya kepada rekan Ojang bernama Asep Cucu. Boyke pun tergiur. Atas jasa Ojang, Asep Cucu dan Boyke bertemu di kediaman Ojang di Kelurahan Lopang, Kecamatan Serang, Kota Serang.
“Terdakwa (Boyke-red) menyatakan tertarik menukar uang Rp50 juta dengan harapan mendapatkan Rp150 juta,” kata JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Hosianna Mariani Sidabalok.
Boyke kemudian memerintahkan Kabag Kas LKM Ciomas Ahmad Tamami (terpidana dua tahun) untuk mengeluarkan dana kas sebesar Rp50 juta. Uang itu oleh Tamami diserahkan kepada Boyke di rumah Ojang.
“Beberapa saat kemudian, Asep Cucu kembali ke mobil dan membawa tiga plastik uang berisi uang penukaran (uang lama-red),” kata JPU.
Saat melakukan pemeriksaan, Boyke curiga uang pecahan Rp100 ribu lama itu adalah palsu. Lalu, Boyke menghubungi Asep Cucu agar bertanggung jawab. “Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Asep Cucu merekomendasikan orang lain yang bisa menukar uang tersebut, yakni Damanhuri alias Haji Endang di Pandeglang,” beber JPU.
Boyke yang yakin akan meraih keuntungan besar, kembali meminta Tamami mengeluarkan dana kas LKM Ciomas sebesar Rp110 juta. “Uang tersebut (Rp110 juta-red) diserahkan kepada almarhum Suryadi dan dibuatkan kuitansi tertanggal 14 April 2012,” ungkap JPU.
Sesuai arahan Asep Cucu, Boyke menemui Damanhuri. Saat bertemu Damanhuri, Boyke diminta untuk menemui mendiang Suryadi di Bekasi, Jawa Barat. Tujuannya untuk menukar uang tersebut.
Namun, keuntungan yang dijanjikan tidak jelas. Mendiang Suryadi yang telah menerima uang tersebut meminta Boyke untuk sabar.
Sembari menunggu kabar dari Suryadi, Boyke meminjam uang dari Bank Saudara sebesar Rp150 juta. Uang sebesar Rp120 juta itu kemudian disetorkan Boyke ke kas LKM Ciomas. Sementara Rp10 juta digunakan untuk kepentingan pribadi Boyke. “Rp12 juta digunakan untuk kepentingan pribadi oleh Achmad Tamami,” kata JPU.
Nah, untuk angsuran pinjaman di Bank Saudara, Boyke memerintahkan Tamami mengeluarkan dana kas Rp232,620 juta. Uang itu untuk mengangsur utang sebanyak 60 kali. “Selain untuk mengangsur pinjaman, terdakwa (Boyke-red) juga memerintahkan Achmad Tamami untuk mengeluarkan kas untuk biaya akomodasi dan transportasi sebesar Rp30 juta dan Damahuri alias Haji Endang Rp25 juta,” beber JPU.
Pada 2016, tanpa sepengetahuan Boyke, Tamami mengeluarkan uang kas LKM Ciomas senilai total Rp617,380 juta. Uang itu oleh Tamami untuk membeli tanah di Kampung Porodot, Desa Parakan, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang.
Penyimpangan penggunaan dana kas LKM Ciomas itu terbongkar atas hasil audit keuangan dari auditor independen KAP Asep Rahmansyah Mansyur dan Suharyono. Auditor menemukan selisih kas sebesar Rp1.864.594.659.
Berbekal temuan itu, Boyke mengundang seluruh pegawai untuk rapat bersama. Hasilnya, Achmad Tamami membuat pernyataan akan mengembalikan uang kas Rp945 juta dan Najarudin Rp524 juta. Sedangkan Rp116 juta dibebankan kepada pegawai LKM Ciomas bernama Ratu Bariyah. “Masih terdapat selisih Rp229,427 juta,” kata Sulistiawan.
Namun, JPU berpendapat Boyke turut bersalah. Dia diyakini telah mengambil uang sebesar Rp333,620 juta untuk memperkaya diri sendiri. Lalu, Najarudin Rp747,954 juta, Achmad Tamami sebesar Rp671 juta, dan Ratu Bariyah sebesar Rp116 juta. (mg05/nda/ira)