RADARBANTEN.CO.ID – Sistem proporsional tertutup yang diterapkan pada Pemilu merupakan pengalaman pahit. Sistem ini dipakai selama Pemilu-pemilu era Orde Baru.
Pernyataan sistem proporsional tertutup merupakan pengalaman pahit ini disampaikan oleh Khairul Fahmi, Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Pemilihan Umum Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Khairul Fahmi dihadirkan sebagai saksi ahli untuk menguji sistem proporsional terbuka atau proporsional tertutup di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi di Jakarta pada Senin, 15 Mei 2023 lalu.
Khairul Fahmi menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan oleh Derek Loupatty selaku pihak terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dikutip RADARBANTEN.CO.ID dari Mkri.id, dalam persidangan, Khairul Fahmi menjelaskan tentang sejarah singkat terbentuknya sistem proporsional terbuka.
Menurutnya, poin pertama adalah awal mula pemilihan sistem proporsional terbuka. Yakni, sebagai pilihan kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
“Jatuhnya pilihan pada sistem proporsional terbuka tidak dapat dilepaskan dari pengalaman pahit penerapan sistem proporsional tertutup selama Pemilu-pemilu Orde Baru.”
“Sistem proporsional tertutup yang diterapkan kala itu, dinilai telah menghasilkan wakil-wakil yang lebih merepresentasikan kepentingan elite parpol dibandingkan kepentingan rakyat yang diwakilinya.”
“Pengalaman buruk tersebut membawa para pembentuk undang-undang pada tahun 2003 untuk menjatuhkan pilihan kebijakannya pada sistem proporsional terbuka,” terang Khairul Fahmi.
Poin kedua, lanjutnya, bahwa pembentuk undang-undang sejak awal reformasi telah menyepakati sistem proporsional terbuka.