SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Panitera Pengadilan Tinggi (PT) Banten, Rina Pertiwi, ditahan penyidik Kejati DKI Jakarta terkait kasus dugaan suap senilai Rp 1 miliar.
Adanya dugaan suap dalam perkara di dunia peradilan itu tentu saja telah menjadi aib bagi proses penegakan hukum di Indonesia.
Pengadilan Tinggi Banten yang menjadi tempat Rina Pertiwi berdinas saat ini mengaku kaget dengan kasus tersebut.
Namun demikian, institusinya tetap mendukung pemberantasan mafia peradilan.
“Pengadilan Tinggi Banten sudah sejak lama berkomitmen untuk memberantas korupsi dan menuju kepada pengadilan Wilayah Bebas korupsi (WBK). Bahkan PT Banten sudah membuat mars PT Banten yang syairnya tentang berantas korupsi,” kata Humas PT Banten, Gatot Susanto, Kamis, 31 Oktober 2024.
Gatot mengatakan bahwa Ketua PT Banten, Andriani Nurdin, sering mengingatkan kepada seluruh pegawai untuk menjaga integritas.
Semua pegawai harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh Perma Nomor 7, Nomor 8, dan Nomor 9 Tahun 2016 tentang Disiplin Aparatur Pengadilan.
“Arahan untuk menjaga integritas oleh bu KPT (Ketua PT) Banten sudah beliau lakukan pada setiap kesempatan seperti apel Senin pagi dan Jumat sore, pada rapat bulanan,” ungkapnya.
Gatot tidak memungkiri kasus yang menjerat Rina Pertiwi tersebut membuat pegawai PT Banten kaget. Mereka tidak mengetahui kalau rekan mereka yang bergabung sejak 2 Mei 2024 itu sedang bersentuhan dengan kasus hukum.
“Secara umum tentunya terkejut karena kami sebelumnya tidak pernah mendengar kalai bu Rina sedang bersentuhan dengan hukum,” ucapnya.
Gatot mengatakan, sikap PT Banten pada intinya menghormati proses hukum yang berjalan.
Pihaknya juga tetap memegang asas praduga tak bersalah terhadap Rina.
“Sikap PT Banten pada intinya menghormati proses hukum yg sedang berjalan dengan tetap memegang asas praduga tak bersalah,” ucapnya.
Ia menegaskan, kasus yang menjerat Rina tersebut dilakukan saat yang bersangkutan belum berdinas di PT Banten.
“Perbuatan yg diduga dilakukan bu Rina Pertiwi itu terjadi saat beliau masih bertugas sebagai panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebelum beliau bertugas sabagai panitera PT Banten,” ungkapnya.
Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, mengatakan, kasus yang menjerat Rina Pertiwi terkait eksekusi sita uang sejumlah Rp 244,6 miliar.
Uang ratusan miliar itu berkaitan dengan perkara obyek tanah milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.
“Terkait eksekusi sita uang sejumlah Rp 244,6 miliar yang melibatkan obyek tanah milik PT Pertamina,” ujarnya.
Syahron menjelaskan, Rina diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari terpidana AS.
Uang tersebut diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas Putusan Perkara Peninjauan Kembali Nomor 795.PK/PDT/2019.
“Putusan itu mengharuskan PT Pertamina membayar ganti rugi senilai Rp 244.604.172.000 kepada ahli waris pemilik tanah, yakni terpidana AS,” tuturnya.
Editor: Agus Priwandono