SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pengamat kebijakan publik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menyebut jika usulan pengubahan fungsi hutan lindung yang dilakukan mantan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar menjadi contoh lemahnya pengawasan dari lembaga legislatif.
Sebab, usulan yang diduga untuk memuluskan pembangunan Proyek Strategs Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Tangerang ini dilakukan Al Muktabar tanpa melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Dalam Trias Politica, ada tiga pemisahan kekuasaan, ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang tidak bisa berdiri sendiri itu adalah eksekutif, apapun keputusannya itu dimulai dari pembahasan dan persetujuan bersama dengan legislatif,” kata Adib, Selasa 11 Februari 2025.
Adib berpendapat dalam kisruh usulan pengubahan fungsi hutan ini, terdapat dua kemungkinan. Pertama, terdapat peranan legislatif yang turut merumuskan keputusan ini.
“Atau Al Muktabar ini jago, dalam tanda kutip absolute sebagai Pj Gubernur. Karena memang legislatif itu tidak dianggap,” tuturnya.
Akademisi dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang ini meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak tebang pilih dalam menindaklanjuti kisruh kasus yang telah membuat ribuan nelayan merugi hingga puluhan miliar rupiah.
Dimana, sebelumnya lembaga pengawas pelayanan publik menyebut jika kisruh pagar laut sejauh puluhan kilometer di wilayah perairan Kabupaten Tangerang telah membuat para nelayan di sana merugi hingga Rp24 miliar.
“Investigasi harus dilakukan dari hilir ke hulu, saat ini kan mata hanya tertuju kepada kepala desa dan BPN saja. Padahal semestinya semuanya diperiksa,” kata Adib.
Adib mengatakan, Sertipikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan itu muncul bukan tanpa sebab, namun ada landasan yang mendasari penerbitan kedua dokumen itu.
“SHM dan SHGB ini kan tidak akan keluar kalau tidak ada landasan hukumnya, makanya periksa semua pihak agar muncul ke publik siapa yang bermain ? mulai dari Al Muktabar,” ungkapnya.
“Baru setelah itu kepala desa, dan BPN,” imbuhnya.
Editor: Mastur Huda