SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kota Serang, Farach Richi dan Kadis LH Kabupaten Pandeglang, Ratu Tanti Darmiasih diperiksa penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Banten.
Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2024 senilai Rp 75,9 miliar. “Iya diperiksa sebagai saksi (dua Kadis LH Kota Serang dan Pandeglang-red),” ujar Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Rabu kemarin, 12 Februari 2025.
Rangga menjelaskan, pemeriksaan terhadap Farach terkait dengan pekerjaan pengangkutan sampah yang dilakukan oleh DLH Tangsel di TPSA Cilowong. Diketahui, Pemkot Tangsel dan Pemkot Serang pernah bekerja sama terkait pengelolaan sampah pada tahun 2021 sampai 2023.
“Kadis LH Kota Serang dipanggil sebagai saksi terkait dengan pekerjaan pengangkutan sampah yg dilakukan oleh DLH Tangsel dng lokasi tempat pengelolaan sampah di TPA Cilowong Kota Serang pd tahun 2021 sampai dengan 2023,” katanya.
Sementara terkait dengan Tanti, pemeriksaan terkait dengan pembuangan sampah yang dilakukan oleh PT Ella Pratama Perkasa (EPP) di TPSA Bangkonol, Kabupaten Pandeglang. “Kadis LH Pandeglang dipanggil terkait dengan pekerjaan pembuangan sampah yg dilakukan oleh PT Ella Pratama Perkasa di TPA Bangkonol Pandeglang,” kata Rangga.
Rangga mengatakan, selain kedua pejabat tersebut, pihaknya juga telah memeriksa saksi lain mereka Kepala UPT TPSA Cilowong, pihak TPSA Bangkonol dan bendahara pengeluaran pembantu. Sampai saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi. “Saat ini baru lima orang,” katanya.
Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama mengatakan, proyek senilai Rp 75 miliar itu ditaksir merugikan negara hingga Rp 25 miliar lebih. Taksiran tersebut didapat dari pengelolaan sampah senilai Rp 25,2 miliar yang tidak dilaksanakan.
“Tim penyidik baru memperkirakan kerugian negara dari satu item pekerjaan yang tidak dilaksanakan, kurang lebih Rp 25 miliar (kerugian negara-red),” ungkapnya.
Rakatama menjelaskan, nilai anggaran untuk proyek ini senilai Rp 75,9 miliar. Rinciannya, Rp 50,7 miliar untuk pengangkutan sampah sedangkan sisanya sebesar Rp 25 miliar lebih untuk pengelolaannya. “Anggarannya untuk dua kegiatan,” katanya.
Rakatama mengatakan, pengerjaan pengelolaan dan pengangkutan sampah ini dilakukan oleh perusahaan swasta PT EPP. Perusahaan ini menandatangani kontrak kerjasama dengan pihak Pemkot Tangsel. “Anggarannya sudah dibayar (ke PT EPP-red), kan ini kontrak,” ucapnya.
Ia juga mengatakan, dari hasil penyidikan sementara, penetapan PT EPP sebagai pelaksana pekerjaan diduga kuat terdapat persekongkolan dari pihak-pihak tertentu. Sebab, PT EPP tidak layak menjadi pelaksana pekerjaan ini karena tidak memenuhi kualifikasi. “PT EPP ini tidak punya kapasitas dan fasilitas pengelolaan sampah,” ujarnya.
Rakatama mengungkapkan, PT EPP diduga membuang sampah ke tempat pembuangan sampah liar di wilayah Jatiwaringin, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Sampah liar tersebut membuat warga Kabupaten Tangerang protes dan melakukan aksi dekonstrasi. “Ada protes warga,” katanya.
Rakatama menjelaskan, dari protes warga tersebut membuat pihaknya melakukan penyelidikan dan berhasil mengungkap kasus korupsi yang terjadi di daerah dengan julukan Kota Anggrek tersebut. “Setelah kita telusuri sampah ini berasal dari Tangsel,” ujarnya.
Rakatama mengatakan, kasus ini mulai naik tahap penyidikan sejak Selasa (4/2). Kendati sudah naik ke tahap penyidikan, penyidik belum menetapkan pihak-pihak yang terlibat sebagai tersangka. “Belum (tersangka-red) masih berproses (penyidikan-red),” ungkapnya.
Editor: Abdul Rozak