RADARBANTEN.CO.ID – Dunia aplikasi belanja mulai geser strategi nih! Kalau dulu yang penting dapetin pengguna sebanyak-banyaknya, sekarang mereka lebih milih target yang lebih “bernilai” — alias pengguna yang aktif dan loyal.
Artikel ini dirangkum dari press release resmi Adjust yang diterima oleh redaksi radarbanten.co.id, yang ngebahas soal laporan terbaru mereka, Shopping App Insights Report: 2025 Edition. Adjust, perusahaan pengukuran dan analitik yang cukup disegani di industri ini, ngasih gambaran soal tren terbaru di dunia aplikasi belanja global dan Asia Pasifik (APAC).
Salah satu temuan utama dari laporan ini: meskipun jumlah instalasi aplikasi e-commerce secara global turun 14% di paruh pertama 2025 dibandingkan tahun lalu, tapi jumlah sesi justru naik 2%. Artinya? Aplikasi ini memang menarik lebih sedikit pengguna baru, tapi mereka yang udah install jadi lebih aktif. Jadi sekarang, kualitas lebih penting daripada kuantitas.
Menariknya, strategi baru ini juga kelihatan dari meningkatnya reattribution alias upaya buat ngajak balik pengguna lama. Di semester awal 2025, angka reattribution share untuk aplikasi e-commerce global naik 29% dibanding 2023. Ini nunjukin kalau brand makin serius menjaga hubungan dengan pengguna lama daripada nguber yang baru terus.
Di kawasan APAC, termasuk Indonesia, tren pertumbuhannya justru lebih kinclong. Instalasi naik 13% dan jumlah sesi juga naik 2% dibanding tahun lalu. Sementara itu, di pasar yang udah “matang” seperti Eropa, Amerika Utara, dan MENA, pertumbuhan mulai melambat karena pasar udah mulai jenuh.
April Tayson, VP Regional INSEA Adjust, bilang kalau suksesnya aplikasi belanja sekarang tergantung banget sama AI dan pengalaman pengguna yang mulus di semua platform. “Yang bisa nyambungin teknologi dan pengalaman pengguna dengan baik, itu yang bakal tahan lama,” katanya.
Tapi jangan salah, nggak semua aplikasi belanja tampil gemilang. Meski aplikasi belanja menyumbang 75% dari semua instalasi e-commerce antara 2024 dan awal 2025, mereka cuma nyumbang 36% dari total sesi pengguna. Bandingkan sama aplikasi marketplace yang cuma nyumbang 20% instalasi, tapi bisa ngasih 60% dari total sesi pengguna. Bahkan, durasi sesi di aplikasi marketplace lebih lama — 10,69 menit, dibanding e-commerce yang cuma 9,89 menit.
Dalam hal retensi, aplikasi marketplace juga lebih unggul dengan retensi Hari ke-1 sebesar 25%, dibanding e-commerce yang hanya 13%. Sementara untuk urusan biaya, cost per install (CPI) e-commerce sekarang ada di angka $0,99 dan belanja di $1,01 — lebih mahal dibanding marketplace yang di angka $0,89. Tapi secara umum, click-through rate masih stabil di angka 2%.
Laporan ini juga nyorotin pentingnya pengalaman belanja lintas platform, khususnya transisi dari mobile web ke aplikasi. Apalagi sekarang rata-rata aplikasi belanja udah kerja bareng 7 mitra strategis di paruh pertama 2025 — naik dari 6 mitra di 2023. Ini nunjukin brand makin melek soal pentingnya distribusi yang luas dan terintegrasi.(*)
Reporter: Krishna Widi Aria
Editor: Aditya











