SERANG – Saat penyampaian nota pembelaan atau pledoi dalam sidang lanjutan kasus suap pembentukan Bank Banten di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Serang, kepada majelis hakim, terdakwa FL Tri Satya Santosa alias Sony mengaku bersalah dan meminta agar tidak dijatuhi hukuman yang berat.
“Peristiwa OTT (operasi tangkap tangan) merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi saya dan keluarga. Kami dan keluarga mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat, secara subjektif, jika saya bukan kepala Banggar ini tidak akan terjadi. Karena Banggar bertugas mencari uang saku untuk anggota dewan, atau uang kerohiman, dan bagi dewan itu adalah hal lumrah,” papar Sony dalam persidangan, Selasa (19/7).
Sony melanjutkan, kelumrahan itu rupanya telah mengendap di politisi dan tidak bisa dihindari oleh dirinya yang mendapatkan amanah sebagai Ketua Banggar di DPRD Banten. “Maka biarlah peristiwa yang saya hadapi sebagai koreksi untuk saya dan kita agar tidak melabrak kebenaran hanya karena kelumrahan,” ujarnya.
Sony sendiri dalam pledoinya meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman serendah-rendahnya, karena perbuatannya tersebut bukan atas keinginan pribadi namun karena tuntutan jabatan. Selain itu, Sony mengaku selama proses sidang dirinya sangat kooperatif.
Sementara itu, kuasa hukum Sony, Astirudin Purba dalam persidangan menjelaskan, sesuai dengan kualitas perbuatan kliennya selama proses hukum berjalan, seharusnya kliennya tersebut bisa mendapatkan perlakukan hukum yang proporsional. Artinya majelis hakim diharapkan bisa memberikan sanksi seringan-ringannya kepada Sony.
Selain itu, perbuatan yang dilakukannya tersebut tidak seorang diri dan bukan atas inisatif pribadi Sony, namun karena tuntutan pihak lain, salah satunya yang keluar dari SM Hartono. “Seperti yang telah terungkap dalam persidangan, Hartono melalui pesan singkat menuntut kepada terdakwa, selain itu terdakwa pun telah mengembalikan uang yang disebut-sebut sebagai suap kepada negara,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp200 juta. (Bayu)