DALAM kisah asmara Janah (27) dan Japri (30), keduanya nama samaran, entah siapa yang salah. Janah mengaku tidak mengerti dengan sikap Japri. Selama tujuh tahun berumah tangga hingga dikarunia satu anak, rasa cemburunya tak diimbangi dengan usahanya untuk menyenangkan istri. Lantaran kesal, Janah pergi dari pandangan Japri dan pulang sementara ke rumah orangtuanya di Pandeglang. Maksudnya, biar Japri bisa introspeksi diri dan mau menyadari kesalahannya. Penasaran, Japri salah apa?
Ternyata, kemarahan Janah hanya gara-gara Japri tak bisa mengendarai sepeda motor. Begitu juga Janah. Lantaran itu, setiap kali Janah ingin pergi kemana pun, terpaksa menggunakan jasa ojek. Baik sekadar belanja ke pasar, mengantar anak sekolah, sampai bekerja ke rumah majikannya. Maklum, status ekonomi Janah termasuk rendah.
Profesi Janah hanya pembantu rumah tangga. Japri sendiri hanya kuli bangunan serabutan. Aktivitas Janah sering terhambat karena sang suami selalu melarangnya naik ojek. Alasannya, Japri tak tahan melihat Janah dibonceng laki-laki lain alias cemburu buta.
“Suami suka marah-marah enggak karuan, jadinya bikin pusing. Kita cekcok cuma gara-gara dia cemburu sama tukang ojek. Aneh kan, cemburu kok sama tukang ojek,” keluhnya.
Yang tidak habis dipikir oleh Janah, Japri selalu merasa tidak tahan melihat Janah diantar orang lain kemana-mana, sementara Japri sendiri tidak sanggup mengantar Janah karena tidak bisa mengendarai motor. Entah karena trauma atau apa yang membuat Japri enggan belajar mengendarai motor.
Karena hal itu, Japri tak pernah terpikir sedikit pun untuk membeli motor. Situasi itu, membuat Janah sulit bergerak, termasuk berangkat kerja yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Padahal, tujuan Janah bekerja untuk membantu suami mencari tambahan uang. Oh itu masalahnya.
“Iya Mas. Tapi Mas Japri tak pernah mau mengerti. Lagian, mana ada cowok yang mau sama pembantu, ya paling Mas Japri doang,” ujarnya. Jangan merendah begitu ah, Mbak kan lumayan cantik. Hehehe. “Dilihat dari jauh kali,” candanya.
Pertemuan antara Janah dan Japri tujuh tahun ke belakang terbilang unik. Awalnya, Janah bekerja sebagai pembantu di sebuah warung makan kecil-kecilan di pinggir jalan di Serang. Japri sering datang ke warung tersebut, baik untuk sekadar sarapan atau makan siang. Seringnya mereka berkomunikasi di warung, membuat Japri kepincut akan kesederhanaan Janah. Janah tahu kalau Japri seorang buruh proyek yang tak jauh di warung makannya. Tapi itu tak membuat Janah memandang rendah Japri.
Tanpa basa-basi atau ada kata-kata cinta, Japri mendatangi orangtua Janah dan langsung melamarnya. Janah yang sudah tahu bagaimana Japri tentu kaget. Namun, melihat sikap Japri yang gentle dan mempunyai niat serius mau meminangnya, tanpa pikir panjang Janah menerima lamaran Japri. Kebetulan, waktu itu Janah juga mau dijodohkan oleh orangtuanya. “Daripada saya menikah sama orang yang enggak dikenal, mending saya terima Mas Japri. Orangnya baik dan tulus,” ujarnya.
Tak lama kemudian mereka pun menikah dengan prosesi sederhana. Disaksikan keluarga besar masing-masing, mereka berdua tersipu malu di depan pengulu. Seolah tak percaya kalau mereka akan menjadi pasangan suami istri. Janah tidak tahu kalau Japri memiliki banyak kekurangan. Selain tidak bisa mengendarai motor, Japri juga ternyata buta aksara alias tidak bisa membaca. Pantas saja, pada saat prosesi akad, Japri terus mengulang ucapan akad sehingga membuat semua tamu undangan yang hadir tertawa terpingkal-pingkal. Setelah menikah, mereka memutuskan untuk mulai tinggal di kontrakan sederhana.
“Saya enggak tahu kalau Mas Japri enggak bisa baca. Pantas saja, punya HP juga jarang balas SMS, main telepon saja. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Yang penting dia tanggung jawab dan mau menerima saya apa adanya,” terangnya.
Namun, kehidupan Janah bertambah susah ketika mengetahui kalau Japri tak bisa mengendarai sepeda motor. Pantas saja, meski uang tabungan sewaktu Janah bekerja dulu di rumah makan dirasa cukup, digabungkan dengan upah Japri dari proyek, Japri bersikukuh tak mau uang tersebut dibelikan motor. Padahal, kendaraan roda dua itu sangat dibutuhkan untuk menunjang kerjaan dan aktivitas keduanya. Terlebih, Japri juga mengetahui kalau Janah pun tak bisa mengendarai motor. Japri tidak bisa membaca saja cukup membuat Janah susah, ditambah tidak bisa mengendarai motor untuk mengantar Janah kemana-mana. Penderitaan Janah lengkap sudah. Namun, hal itu masih dimaafkan Janah karena melihat Japri tak pernah bermaksud mengecewakan Janah. Bahkan, Japri tak pernah bertingkah neko-neko.
“Mas Japri tuh baik banget. Disuruh apa saja mau. Terus orangnya pekerja keras walaupun hanya kuli bangunan. Yang penting, pulang bawa uang,” terangnya.
Bahkan dalam urusan ranjang juga Japri tak pernah memaksa, tetapi menunggu mood Janah tiba, baru bisa menjalankan aksinya. Kalau kebetulan Japri sedang libur kerja, sering bantu Janah beres-beres dan memandikan anak sampai mengantarnya ke sekolah. Namun, lama-lama motor menjadi kebutuhan yang mendesak bagi Janah.
Banyaknya aktivitas yang dijalani Janah, seperti ke tempat kerja, pasar, dan sekolah setiap harinya membuat Janah membutuhkan motor. Tapi, niat Janah tidak disetujui Japri karena keduanya tidak bisa mengendarai motor. Lantaran itu, Janah terpaksa menggunakan jasa ojek. Lagi-lagi Janah dibuat serba salah karena Japri yang pencemburu, tak pernah suka Janah naik ojek. Setiap kali Janah memaksa pergi naik ojek, ketika pulang ke rumah pastinya Japri marah-marah.
“Hidup jadi serba salah. Saya naik ojek marah. Malah disuruh naik angkot saja. Kalau naik angkot kan enggak sampai tujuan langsung, jalan kakinya masih jauh,” ucapnya. Memang kenapa tidak bisa naik motornya, enggak mau belajar atau bagaimana?
“Katanya sih trauma, dulu pernah belajar, jatuh sampai babak belur. Makanya kapok,” jelasnya.
Ya salam. Hanya gara-gara Janah kukuh naik ojek, akhirnya percekcokan di antara keduanya pun tak terhindarkan. Janah tak tahan lagi dengan sikap Japri sehingga memutuskan untuk meninggalkannya sementara.
“Cemburu sih cemburu, tapi enggak sama tukang ojek juga. Lagian, saya enggak mungkin meninggalkan Mas Japri. Dia kan setia, apalagi kita sudah punya anak,” tegasnya.
“Maksud saya pergi dari kontrakan, biar Mas Japri berpikir. Saya baru pergi seminggu. Mudah-mudahan, Mas Japri cepat sadar dan mau belajar motor,” harapnya. Amin. (Nizar S/Radar Banten)