JOY (30), nama samaran, asli Pandeglang, sudah dibikin pusing tujuh keliling oleh sikap istrinya, sebut saja Jenny (29), warga Tangerang. Joy kesal karena Jenny masih memusuhi ibunya, sebut saja Marni (50), dari sejak mereka masih pacaran. Di usia pernikahan yang menginjak tiga tahun dan sudah dikaruniai satu anak laki-laki yang lucu, Jenny masih belum mau memaafkan mertua perempuannya itu. Padahal, Marni sudah menyampaikan maaf meskipun tidak secara langsung, tetapi melalui Joy. Hal itu dilakukan Marni untuk menjaga etika.
“Mana ada mertua minta maaf sama menantunya. Dosa yang ada,” ujar Joy dengan nada kesal.
Memang kenapa harus meminta maaf? “Jenny masih dendam sama Ibu. Dulu kan Ibu enggak setuju gue menikah sama Jenny,” ungkapnya. Oh pantasan. Oalah.
Namun demikian, Joy tetap menganggap Jenny yang salah karena masih menyimpan perasaan dendam serta tidak mau memaafkan sikap ibunya dulu. Lantaran itu, tak jarang dalam rumah tangga Joy dan Jenny, selalu terlibat percekcokan setiap harinya hanya karena membahas hal demikian. Awalnya, Joy tidak menyadari kalau Jenny masih menyimpan perasaan dendam karena dulu pernah ditolak Marni menjadi menantunya. Dipikir Joy, itu masa lalu dan tidak mungkin diungkit-ungkit lagi. Karena pada akhirnya, Joy tetap memilih Jenny untuk menjadi pendamping hidupnya.
“Memang Ibu pernah enggak setuju, Jenny juga tahu. Ibu sudah punya pilihan sendiri. Makanya, setiap gue ajak Jenny ke rumah, Ibu cuek saja. Cuma Bapak doang yang sering nanya,” terangnya.
Lantaran itu, Jenny jadi jarang mau datang ke rumah dan memilih memadu kasih di luar rumah, entah itu di kampus, jalan-jalan ke mal, bioskop, dan sebagainya. Joy dan Jenny satu kampus dan kuliah di universitas ternama di Serang sekira tujuh tahun lalu. Joy dan Jenny menghabiskan waktu berpacaran cukup lama. Sekira empat tahun dari mulai semester akhir pada 2008 sampai menikah pada 2012.
Usai lulus kuliah, Joy diterima bekerja sebagai marketing di sebuah perbankan di Serang. Begitu pula dengan Jenny. Ia diterima sebagai teller bank. Keduanya berasal dari keluarga lumayan berada. Lantaran itu, keluarga Joy, terutama ibunya, pilih-pilih dalam hal mencari istri buat anak sulungnya tersebut. Sementara, Jenny sudah terlanjur memilih Joy menjadi pendamping hidupnya. Begitu juga dengan Joy yang kepincut oleh Jenny sejak pertama masuk kuliah.
“Gue yang suka duluan. Jenny kan cakep, putih, tinggi, apa lagi coba? Enggak tahu kalau sifat dia pendendam begitu,” katanya. Joy juga orangnya lumayan ganteng dan tinggi.
Awalnya, memang Marni mau menjodohkan Joy dengan wanita pilihannya. Wanita itu tak lain teman dari kerabat Marni. Marni sendiri berprofesi sebagai guru di sekolah di kawasan Pandeglang. Kerabat Marni itu menjabat sebagai kepala sekolah. Sehingga, dipikir Marni, jika menjadi besan dengan kerabatnya, masa depan Joy bakal cerah. Namun, Joy menolaknya mentah-mentah dengan alasan tidak bisa meninggalkan Jenny karena cintanya terlalu dalam.
Melihat kegigihan anaknya yang ingin mempertahankan Jenny sebagai istrinya, Marni mengalah. Dengan catatan, Joy tetap harus tinggal di rumahnya setelah berumah tangga yang diamini Joy. Awalnya, Jenny setuju dengan permintaan Marni yang begitu sayang terhadap Joy yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
“Pokoknya, enggak ada yang mencurigakan waktu itu. Jenny setuju-setuju saja. Tapi, tetap saja keduanya kalau ngobrol, pada buang muka begitu, hadeuh,” katanya. Asal jangan buang muka sembarangan saja Bang.
Singkat cerita, pernikahan pun digelar dengan meriah di aula yang sengaja disewa di dekat rumah Jenny di Tangerang. Tak tanggung-tanggung, penghibur resepsi nikah pun bukan acara kacangan, tapi wedding singer. Prosesi akad sampai tradisi saweran berjalan lancar. Hingga tiba saatnya, mereka saling bercengkrama di malam pertama berduaan di atas ranjang.
“Memang awal-awal rumah tangga juga, istri jarang komunikasi sama Ibu. Cuma sama Bapak doang. Kalau ada Ibu, suka menghindar begitu,” ungkapnya. Ow ow ow. Mungkin takut tabrakan kali Bang, makanya menghindar.
Sampai tiga bulan lamanya, sikap Jenny terhadap Marni semakin mencurigakan Joy. Mulai dari makan, Jenny pasti tidak mau berbarengan. Begitu pula ketika berpapasan, Jenny selalu memalingkan muka. Astaga.
Sampai kemudian, Jenny meminta Joy segera membeli rumah dan pindah dari rumah orangtuanya tersebut. Alasan Jenny ingin mandiri supaya rumah tangganya maju. Merasa alasan Jenny ada benarnya, akhirnya Joy menuruti permintaan Jenny dan mulai menyicil rumah di perumahan cukup mewah.
Di rumah baru itu pula, rumah tangga mereka makin bahagia. Joy dikaruniai anak laki-laki. Hanya, sejak pindah, keduanya jarang menengok orangtua Joy. Bahkan, sikap Jenny semakin tak karuan terhadap Marni ketika bertemu. Kalau Marni menjenguk, pasti Jenny mengurung diri di dalam kamar. Situasi itu membuat Joy bertanya-tanya.
Sejak itu, Joy baru sadar kalau di antara istri dan ibunya ada apa-apa. Ketika Joy menanyakan kepada Marni, justru Marni tidak mengerti kenapa Jenny bersikap begitu. Marni lupa kalau dulu sempat menolak kehadiran Jenny. Sebaliknya, Jenny walaupun sempat tidak mengaku, akhirnya mau mengatakan yang sejujurnya setelah mendapat desakan dari Joy.
Pengakuan Jenny, sikapnya itu dipicu oleh dendam masa lalu terhadap Marni yang sempat mau menjodohkan Joy pada wanita lain. Meski demikian, alasan Jenny dianggap Joy tidak masuk akal. Joy lebih membela Marni sehingga terjadilah perselisihan antara keduanya.
Jenny yang merasa bisa berdikari karena didorong punya pendapatan sendiri, semakin percaya diri sampai berani memutuskan untuk pisah ranjang dengan Joy. “Bagaimana pun juga, orangtua itu benar. Kalau kita merasa benar dan selalu menyalahkan orangtua, kan dosa,” ucapnya sambil menunjukkan kekecewaannya akan sikap Jenny. Terus sekarang bagaimana?
“Pisah ranjang sih enggak, cuma kita di kamar punggung-punggungan tidurnya. Kadang saya tidur di ruang TV. Ingin tahu mau sampai mana,” tandasnya.
Ish jangan Bang, mending rujuk saja dan coba ajak bicara baik-baik. “Bosan, lihat istri sama mertua sendiri enggak akur,” ujarnya kesal. Sabar Bang, Insya Allah ada jalan. (Nizar S/Radar Banten)