Para pelaku saat ini sedang menjalani hukuman di penjara. Mereka telah terbukti bersalah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “Putusannya sudah inkrah (terhadap para pelaku),” kata Freddy.
Dikatakan Freddy, modus kejahatan yang para pelaku gunakan adalah dengan melakukan pembajakan email korespondensi dalam pembelian peralatan medis alat tes Covid-19 dan ventilator dari China dan Korea. Kedua perusahaan tersebut kemudian melakukan pembayaran sejumlah uang yang masuk ke rekening penampung para pelaku di Indonesia yang mengakibatkan kerugian finansial bagi para korban. “Kedua perusahaan asing tersebut ditipu oleh para pelaku. Mereka (para pelaku-red) kemudian meminta perusahaan tersebut untuk mentransfer dana yang seolah-olah dari perusahaan penyedia jasa,” kata Freddy.
Dikatakan Freddy, selain penyelamatan uang milik perusahaan asing, pada 2021 Kejari Serang telah menyetorkan pendapatan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekitar Rp14 miliar. Dari jumlah itu Rp8,5 miliar dari denda tilang. “Sebagian besar PNBP didapat dari tilang yaitu Rp8,5 miliar. Sisanya dari pengembalian kerugian negara berupa uang rampasan, uang pengganti dan denda kasus tindak pidana korupsi,” ujar Freddy.
Tingginya pendapatan denda tilang itu merupakan pengaruh dari adanya sistem tilang elekronik atau ETLE yang diterapkan Polda Banten. “Ini pengaruh dari adanya ETLE di Banten. Pendapatan ini didapat dari 20.391 pelanggar, baik roda dua maupun roda empat,” tutur pria berdarah Batak tersebut. (fam/air)