SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Tim pidana khusus (pidsus) Kejari Serang menggeledah Kantor Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Kota Serang, Senin, 5 Agustus 2024.
Penggeledahan ini dilakukan usai penyidik menahan Kepala Disparpora Kota Serang Sarnata terkait kasus dugaan korupsi penyewaan lahan area Stadion Maulana Yusuf.
“Tim Penyidik pada Kejari Serang melakukan penggeledahan dalam rangka penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penyewaan aset Pemerintah Kota Serang berupa tanah kosong lapak Pedagang di Stadion Maulana Yusuf yang dikelola oleh Disparpora Kota Serang kepada pihak ketiga,” kata Kasi Intelijen Kejari Serang, Muhammad Ichsan, Selasa, 6 Agustus 2024.
Ichsan mengatakan, penggeledahan tersebut dilakukan di dua tempat. Selain kantor Disparpora Kota Serang, penyidik juga menggeledah rumah Sarnata di Kampung Tinggarjalan, Kelurahan Sukalaksana, Kecamatan Curug, Kota Serang.
Penggeledahan ini dimulai sekira pukul 13.00 WIB hingga 18.00 WIB. “Penggeledahan dilakukan di kantor Disparpora Kota Serang dan kediaman tersangka S (Sarnata) di daerah Curug, Kota Serang,” ungkapnya.
Ichsan menjelaskan, penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka mencari barang bukti dan atau dokumen terkait penyidikan kasus penyewaan lahan di area Stadion Maulana Yusuf. Penggeledahan turut disaksikan oleh sejumlah saksi dari dinas dan keluarga tersangka.
“Bahwa penggeledahan yang dilakukan disaksikan oleh Sekdis beserta jajaran, Camat Curug dan keluarga dari tersangka S (Sarnata),” ucapnya.
Kajari Serang, Lulus Mustofa menjelaskan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Sarnata tersebut bermula pada tahun 2023 lalu. Ketika itu, Sarnata menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan pengelolaan atau penyewaan aset Pemkot Serang di Stadion Maula Yusuf.
Kerja sama itu dilakukan sebagaimana Perjanjian Nomor: 426/503/2023 tertanggal 16 Juni 2023. “Yang bersangkutan ini, tersangka S (Sarnata) melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga terkait pengelolaan atau penyewaan aset Pemkot Serang di Stadion Maula Yusuf,” katanya.
Kajari menyebut, perjanjian kerja sama tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Seharusnya, uang sewa yang ditarik pihak ketiga tersebut harus dibayarkan minimal dua hari sebelum penandatanganan kerja sama.
Akan tetapi, uang sewa senilai ratusan juta yang ditarik dari 59 pedagang itu nyatanya tidak masuk ke kas pemerintah. “Kenyataannya sampai hari ini uang sewa ini tidak dibayar, tidak ada pemasukan ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah),” katanya.
Kajari mengatakan, Sarnata melakukan perjanjian yang tidak sesuai prosedur dengan pihak ketiga. Akibatnya, terdapat potensi kehilangan pendapatan daerah sebesar Rp483.635.555.
“Dia (Sarnata) menandatangi perjanjian yang sebenarnya dia tidak berhak, tidak melalui prosedur sebagai kepala dinas dan dilakukan ilegal. Tidak ada pemasukan ke RKUD, sesuai perhitungan jasa pelayanan penilai publik itu Rp483.635.555,” ujar pria asal Madiun, Jawa Timur ini.
Perbuatan Sarnata tersebut, diakui Kajari telah menguntungkan pihak ketiga sebesar Rp456,700 juta. Potensi penerimaan atau keuntungan yang didapatkan pihak ketiga tersebut tidak menutup kemungkinan akan bertambah. Sebab, saat ini pembangunan lapak pedagang tersebut saat ini masih berjalan.
“Jadi pemasukan ke RKUD itu sama sekali tidak ada. Lahan itu tetap dibangun bahkan terhitung di bulan Juli kemarin pihak ketiga sudah menerima pemasukan atau keuntungan. Masih didalami (potensi penerimaan pihak ketiga) karena pembangunan ruko atau lapak itu masih berjalan,” katanya.
“Kerugian negara sudah kami pegang tapi pastinya berjalannya waktu perhitungan kerugian negara akan kami pakai perhitungan pihak audit yang lebih kompeten,” sambung mantan Kajari Trenggalek ini.
Akibat perbuatannya, Sarnata oleh penyidik dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. “Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 (UU Tipikor),” tuturnya.
Editor : Merwanda