SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Untuk memenuhi ketentuan yang tertera dalam Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 yang mengatur tentang Konsolidasi Bank Umum dan Kelompok Usaha Bank (KUB), PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk atau Bank Banten melakukan KUB dengan Bank Jawa Timur (Jatim). Pembentukan KUB bukan merupakan proses akuisisi atau penggabungan bank, melainkan sebuah kerja sama strategis yang dirancang untuk menciptakan sinergi antarbank dalam satu kelompok.
Direktur Utama Bank Banten, Muhammad Busthami, menegaskan bahwa KUB bukanlah pencaplokan bank induk terhadap bank anggotanya. “KUB adalah bentuk kolaborasi yang tidak menghilangkan identitas dan karakteristik masing-masing bank. Ini adalah upaya bersama untuk memperkuat posisi masing-masing entitas di pasar perbankan, demi kepentingan nasabah dan pemangku kepentingan lainnya,” tegas Busthami.
Ia mengungkapkan bahwa ketentuan pemenuhan modal inti minimum senilai Rp3 triliun tidak hanya berlaku untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) saja, tetapi juga bank umum yang berlaku sejak akhir 2022. Sedangkan BPD sendiri baru akan berlaku pada akhir tahun ini.
“Secara eksternal, pemenuhan modal inti untuk memperkuat stabilitas. Sedangkan secara internal, hal ini meyakinkan penguatan permodalan dan likuiditas, sekaligus peningkatan kapasitas dan kapabilitas bank, khususnya bank anggota,” papar Busthami. Dalam KUB nanti, ada bank yang menjadi bank induk dan ada juga yang menjadi bank anggota. Dalam konteks KUB dengan Bank Jatim, Bank Banten merupakan bank anggota, sedangkan Bank Jatim merupakan bank induk.
Ia menambahkan bahwa melalui KUB ini, Bank Banten sebagai bank anggota dapat meraih banyak keuntungan. Misalnya, peningkatan sumber daya manusia, pengembangan teknologi informasi, hingga perluasan bisnis. “Perlu ditegaskan, tidak tepat jika menyamakan proses KUB dengan merger atau akuisisi. Sama sekali tidak. Kalau kita ambil istilah OJK, sebenarnya ini adalah bridging facility, artinya mengedepankan keuntungan baik bagi bank induk maupun bank anggota,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Busthami menegaskan bahwa proses KUB menguntungkan kedua belah pihak. Selain itu, proses KUB ini dibicarakan dan disepakati bersama. “Tidak ada yang menjadi lebih kuat atau lebih menentukan dibandingkan yang lain,” tegas Busthami. Selain itu, bank induk dalam konteks KUB juga memiliki hak pengendalian. Namun, hak pengendalian tersebut tidak menghilangkan hak pengendalian dari pemegang saham pengendali saat ini. Pembagian pengendalian ini juga dibicarakan terlebih dahulu dan kemudian akan dikaji oleh OJK.
Ia juga menjelaskan bahwa salah satu mekanisme untuk menjadi bank induk adalah melalui penyetoran modal. “Bisa dicatat dan dilihat oleh OJK untuk menjadi bank induk. Dalam Peraturan OJK juga tidak diatur tentang penyetoran modal untuk menjadi bank induk,” tegasnya.
Editor: Merwanda