SERANG – Pelaksanaan program kesehatan gratis hanya dengan menggunakan KTP yang menjadi andalan Gubernur Wahidin Halim dan Wagub Andika Hazrumy dipastikan bakal terganjal Instruksi Presiden. Menanggapi kondisi ini, Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Banten Ari Setiawan menilai jika pelaksanaan program ini akan seperti memakan buah simalakama bagi Gubernur. Di satu sisi harus menunaikan janji politik, tapi di sisi lain harus ikut dengan agenda strategis yang sudah diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
Seperti diketahui, realisasi program kesehatan gratis menggunakan KTP bersinggungan dengan kebijakan pemerintah pusat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Ini tentunya jadi simalakama untuk gubernur,” ujarnya kepada Radar Banten, Rabu (3/1).
Menurutnya, jika tidak dilakukan ada dampak politik yang harus ditanggung. Gubernur-Wakil Gubernur bisa diberhentikan sementara atau total sebagaimana Pasal 68 Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Walaupun sebetulnya dalam agenda yang disusun oleh gubernur dan wakil gubernur dalam RPJMD-nya tidak di-mention secara tegas kebijakan layanan kesehatan gratis cukup dengan menggunakan KTP,” katanya.
Kata dia, impian Gubernur Wahidin Halim yang pernah ditawarkan atau disampaikan saat masa kampanye tentunya sebuah keinginan yang baik. “Karena hal tersebut disampaikan pada saat kampanye tentunya harus ditunaikan, direalisasikan melalui agenda kebijakan Provinsi Banten,” paparnya.
Namun tentunya, menurut Ari, dalam merealisasikan agenda tersebut gubernur harus hati-hati, meskipun memiliki kewenangan konkuren dalam melaksanakan urusan wajib di bidang kesehatan sebagaimana mandat Undang-Undang 23. “Jangan sampai agenda provinsi jadi kontra-produktif dengan agenda strategis nasional,” katanya.
Pria lulusan UIN SMH Banten itu mengatakan, di tingkat nasional sudah ada agenda strategis universal health coverage (UHC) dengan skema JKN, yang implementasinya harus tuntas sampai dengan level daerah tingkat II atau kabupaten/kota, yang mana dalam agenda strategis tersebut gubernur diintruksikan untuk mengawal pelaksanaannya sampai dengan tingkat kabupaten kota agar berjalan dengan baik. “Salah satu instruksinya dalam Inpres No 8 Tahun 2017 adalah memberikan alokasi anggaran untuk pelaksanaan program JKN,” katanya.
“Artinya dalam hal ini pelayanan kesehatan gratis, gubernur tidak memiliki keleluasaan untuk menyusun agenda baru, seperti kesehatan gratis dengan menggunakan KTP, tapi diharuskan untuk bersinergi dengan pemerintah pusat,” tambahnya.
Ia mengatakan, gubernur harus memastikan program JKN berjalan dengan baik di daerah, seperti memasitikan masih ada berapa penduduk miskin yang belum masuk program JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan berapa jumlah PBI yang tidak tepat sasaran? Jumlah tersebut yang kemudian harus dijamin oleh Pemda dalam hal ini Gubernur untuk bisa masuk program JKN PBI. “Ini bertujuan agar seluruh masyarakat Banten ter-cover jaminan kesehatannya,” katanya.
Tapi sebetulnya, kata dia, hal yang paling penting adalah bagaimana memastikan kualitas layanan yang diterima oleh masyarakat melalui program JKN ini. Karena faktanya masih banyak masyarakat yang kemudian memanfaatkan layanan kesehatan dengan menggunakan program JKN seperti di nomor duakan, padahal layanan kesehatan yang diakses tidak gratis, karena pada dasarnya semuanya dibayar baik oleh masyarakat secara mandiri atau melalui pemerintah. “Upaya seperti apa yang akan dilakukan oleh provinsi terhadap kasus seperti itu yang jamak dijumpai, jangan sampai program JKN atau program apa pun untuk kesehatan yang dikeluarakan pemerintah dipandang sinis dan minim dukungan dan kepercayaan dari masyarakat,” paparnya.
“Karena pada dasarnya yang diinginkan masyarakat adalah layanan kesehatan yang prima, bukan hanya sekadar gratis,” tambahnya.
Senada dikatakan Ari, Pemerhati Pelayanan Publik Muharam Al Bana mengatakan, program layanan kesehatan gratis melalui KTP sebaiknya cukup dengan memaksimalkan program JKN. Sebab pada dasarnya sama-sama ingin memberikan proteksi mendekatkan layanan kepada masyarakat saat ingin mendapatkan layanan kesehatan. “Tidak harus berusaha heroik dengan menawarkan program yang kemungkinan besar rumit dilakukan,” katanya.
Sebaiknya, kata dia, program tersebut harus ditinjau kembali karena khawatir akan terjadi tumpang tindih anggaran yang pada akhirnya menjadi tidak efisien. Menurutnya, alangkah lebih baik jika gubernur memaksimalkan peranannya dalam urusan ini sebagaimana yang diamanatkan dalam inpres tersebut. Dengan gubernur mampu menjamin seluruh masyarakat miskin mendapatkan layanan kesehatan dengan JKN, itu sudah sangat bagus. “Masyarakat akan mengapresiasi kinerja atau kontribusi gubernur dalam bidang kesehatan. Daripada harus membuat kebijakan yang kemudian akan menjadi kontra-produktif atau bahkan jadi temuan BPK,” tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Wahidin Halim dalam beberapa kesempatan kerap mengakui jika masih ada kendala dalam realisasi program kesehatan gratis menggunakan KTP. Menurutnya, masih butuh proses untuk merealisasikan program unggulan yang dijanjikan semasa kampanye di Pilkada 2017 tersebut. Pembenahan sistem dan akurasi data warga miskin, katanya, masih menjadi upaya pembenahan utama. Selain itu, persoalan data masih menjadi kendala. Sebab, ini berkaitan dengan teknsi pelaksanaan program agar tepat sasaran. “Memang kelemahan kita dalam soal data. Makanya harus kita validasi. Ada koordinasi, konsolidasi dan validasi soal data,” tandasnya. (Fauzan D/RBG)