Adhy mengungkapkan, penyelidik telah berkesimpulan telah ditemukan perbuatan melawan hukum terhadap pengadaan komputer tersebut. Oleh karenanya, pada Selasa (25/1) penyelidik sepakat untuk menaikan status perkara ke tahap penyidikan (sidik). “Sehingga Selasa (25/1) terhadap penanganan perkara disebut ditingkatkan dari proses penyelidikan ke proses penyidikan,” kata Adhy.
Selama proses pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) sudah banyak para pihak dimintai keterangan. “Sudah beberapa orang yang telah kami mintai keterangan,” ujar pria asal Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini.
Saat disinggung mengenai peran pengawasan dari pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran dalam pengadaan yang bersumber dari APBD Banten tersebut, Adhy enggan menjawabnya. Ia beralasan hal tersebut sudah masuk ke dalam materi pokok perkara yang bersifat rahasia. “Itu sudah materi, yang terpenting kami sudah mengumpulkan keterangan dan alat bukti,” ujar mantan Kajari Muara Enim tersebut.
Adhy mengatakan pihaknya nanti akan melakukan proses penyidikan lebih lanjut untuk mencari siapa yang paling bertanggungjawab terhadap pengadaan tersebut. “Kami akan cari siapa yang bertanggungjawab. Dari hasil penyidikan dan alat bukti yang ada nanti akan mengarah (kepada tersangka-red), nanti akan kami umumkan,” ucap Adhy.
Ia menuturkan pengadaan tersebut telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Dugaannya melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor,” tutur Adhy. (fam/air)