SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Iwan Hermawan yang menjabat Ketua RT di Perumahan Umum Tamanbaru Kemeranggen, Kelurahan Tamanbaru, Kecamatan Taktakan, Kota Serang dibebaskan dari Rutan Kelas IIB Serang, pada Kamis sore, 8 Agustus 2024.
Tersangka kasus pengeroyokan tersebut dibebaskan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang melalui keadilan restoratif.
Selain Iwan, JPU juga membebaskan tersangka lain bernama Prasetio.
Informasi yang diperoleh, kasus ini berawal pada 18 Desember 2024 itu. Ketika itu, cucu Iwan Hermawan dijewer dan dicubit oleh warganya, Raden.
Tindakan Raden tersebut dilakukan karena dia tidak terima mobilnya digores oleh cucunya Iwan Hermawan.
Mengetahui cucunya dijewer dan dicubit oleh Raden, Iwan Hermawan bersama dengan Prasetio langsung mendatangi rumah Raden dan melakukan pengeroyokan.
Usai pengeroyokan tersebut, Raden melaporkan kejadian itu ke Polsek Taktakan.
Dari laporan itu, polisi menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Kajari Serang, Lulus Mustofa, mengatakan, dirinya memerintahkan Kasi Pidum Kejari Serang, Purkon Rohiyat, untuk memfasilitasi proses perdamaian berdasarkan keadilan restorative justice.
“Dalam tahapan upaya perdamaian yang dilakukan oleh fasilitator antara korban dan tersangka telah bersepakat untuk berdamai tanpa paksaan atau syarat-syarat lain. Dihadiri korban, tersangka keluarga, dan tokoh masyarakat pada 31 Juli 2024,” katanya, Jumat, 9 Agustus 2024.
Lulus menjelaskan, kedua tersangka telah mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Atas permintaan maaf tersebut, korban telah memaafkan tersangka tanpa syarat. Sehingga proses restorative justice yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Serang telah berjalan lancar,” ungkapnya didampingi Kasi Pidum, Purkon Rohiyat.
Lulus mengatakan, pada 7 Agustus 2024 pihaknya menggelar ekpose bersama Kejati Banten dan Direktur Penuntutan Kejagung untuk proses penghentian penuntutan.
Dari hasil ekspose, perkara tersebut disetujui untuk dihentikan.
“Jaksa Agung Muda Pidana Umum melalui Direktur Penuntutan pada Kejaksaan Agung menyetujui penghentian penuntutan tersebut melalui mekanisme RJ,” ujar pria asal Madiun ini.
Lulus menambahkan, penghentian penuntutan itu berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020, tanggal 21 Juli 2020, tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Beberapa syarat untuk penghentian yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, kerugian terhadap korban tidak lebih dari Rp 2,5 juta, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban, serta telah tercapainya perdamaian antara korban dan tersangka,” tuturnya. (*)
Editor: Agus Priwandono