SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus korupsi yang menyeret mantan Direktur Utama PT Serang Berkah Mandiri (SBM) Setiawan Arief Widodo Inkrah atau telah berkekuatan hukum tetap. Baik JPU Kejari Serang dan Setiawan tidak menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang.
“Sudah inkrah,” ujar Kasi Intelijen Kejari Serang, M Ichsan dikonfirmasi Radar Banten melalui sambungan telepon, belum lama ini.
Pada Selasa 11 Maret 2025 lalu, Setiawan divonis satu tahun penjara dan denda Rp60 juta subsider 4 bulan. Vonis ini lebih ringan atas tuntutan JPU yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp60 juta subsider empat bulan kurungan.
Sementara, terkait kerugian negara, telah dibayar atau dikembalikan Setiawan kendati dia tidak menikmatinya. “Perkara tersebut tinggal kita eksekusi,” kata Ichsan.
JPU Kejari Serang, Endo Prabowo menilai perbuatan Setiawan telah terbukti bersalah sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. “Sebagaimana dalam dakwaan subsider,” kata Endo.
Endo menjelaskan kasus korupsi yang terjadi di BUMD Kabupaten Serang ini berawal pada Juli 2015 lalu. Kala itu, mantan Direktur Operasional PT SBM, Iman Nur Rosyadi diminta oleh Setiawan untuk membuat perjanjian kerja sama usaha tambang pasir milik H Langlang.
Selanjutnya, Setiawan bersama Iman dan Deni Baskara bertemu H Langlang di Rumah Makan Tamansari, Lippo Karawaci untuk membahas kesepakatan tersebut.
Dalam pertemuan itu kemudian PT SBM membeli peralatan beserta izin tambang sebesar Rp1,2 miliar yang berlokasi di Desa Nameng, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Setelah sepakat, Setiawan langsung melakukan transfer dari rekening PT SBM ke rekening H Langlang tanpa memberitahu jajaran direksi yang lain. Keputusan Setiawan tersebut dianggap akta notaris tentang pernyataan keputusan rapat PT SBM Nomor 16 tanggal 29 Desember 2010.
“Seharusnya prosedur yang benar dilakukan dengan cara permohonan ke bagian keuangan, selanjutnya permohonan diteruskan kepada direksi,” katanya.
Endo menyebut, pertambangan pasir yang tidak sesuai core bussiness itu menimbulkan kerugian bagi PT SBM. Sebab, pertambangan sempat dihentikan polisi dan Satpol PP karena tidak mempunyai perizinan.
Selain itu, pertambangan juga terhambat karena masalah banjir. “Bendungan jebol, dan terjadinya banjir sehingga penambangan berhenti dan peralatan tambang milik PT SBM dijual kepada saksi Davey Alexander,” ucap Endo.
Endo mengatakan, dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten (BPKP) ditemukan bahwa pendapatan PT SBM selama melakukan usaha pertambangan hanya sebesar Rp5,9 miliar, sedangkan pengeluarannya sebesar Rp6,7 miliar. “Menyebabkan kerugian negara Rp 683 juta,” tutur Endo.
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Aditya