KETIKA hendak berangkat ke rumah orangtua, bersama pacar menggunakan motor rongsokan yang suaranya bising tak karuan, tiba-tiba di tengah jalan motor mendadak mogok. Bukan karena mesin rusak, melainkan kehabisan bensin. Terpaksa, berjalan kaki mencari pom bensin.
Jaraknya lumayan jauh hingga kiloan meter. Kebayang dong malunya dorong motor mogok yang kehabisan bensin. Padahal, suasana di tengah kota saat itu sedang ramai-ramainya. Tentunya, pemandangan itu menjadi pusat perhatian sehingga selama perjalanan hanya bisa tertunduk malu. Setibanya di pom bensin, lebih memalukan lagi. Uang di kantong hanya tersisa tiga ribu perak. Tentu, mana cukup untuk membeli bensin yang harga satu liternya saja sudah mencapai Rp6 ribu. Sambil tertunduk malu, terpaksa uang Rp3 ribu pun tetap diserahkan ke petugas pom bensin dan mengundang sejumlah pertanyaan.
“Maaf, uangnya kurang,” kata petugas pom bensin yang berwajah cukup ganteng itu.
Dijawablah pertanyaan petugas itu. “Sudah seadanya saja, adanya hanya itu uangnya,” dengan wajah Pluto alias polos lugu dan tolol. Tangki motor pun diisi dengan bensin setengah liter.
Itulah sekelumit pengalaman getir Mae (29) mengenang masa-masa berpacaran dengan Maman (30), mantan suaminya 2012 lalu. Keduanya nama samaran.
“Pokoknya, kalau ingat masa-masa itu, jadi ingin tertawa sendiri. Pikiran saya waktu itu antara malu dan nahan tawa, punya pacar sebegitu konyolnya,” cerita Mae. Memang dulu dilayani ya Mbak beli setengah liter? “Buktinya tetap dilayani tuh, meskipun si Mas-nya megang gagang bensin sambil cengengesan. Parahnya, tingkah Maman juga cuek aja, seperti orang yang bloon,” ujarnya ketus.
Dari awal pacaran, Mae memang sudah mengenal karakter Maman yang humoris. Belum lagi, fisik Maman yang lumayan, orangnya juga tinggi. Makanya, Mae terpikat. Dipikirnya, mempunyai suami yang tingkahnya lucu, hidup akan selalu ceria dan lebih berwarna. Mae tak tahu kalau konyol Maman tiada duanya.
“Pernah dia ngajak nonton, jelaslah senang banget dong. Kirain nonton film ke bioskop, eh malah dibawa nonton kebakaran deket rumahnya dari kejauhan. ‘Kan saya enggak bilang bioskop. Ini juga nonton kan Yang’, jawabnya enteng,” ungkap Mae.
Pernah juga Mae dikerjai Maman di rumah makan. Dengan gayanya yang cuek mengenakan celana pendek, Maman pede mengajak Mae ke rumah makan dan menawarkan semua menu istimewa. Sehabis makan, Maman berpura-pura ke kamar mandi, ngakunya kebelet. Nyatanya, sampai setengah jam kemudian Maman tak kunjung datang.
Dengan hati jengkel, Mae terpaksa membayar tagihan makan. Setelah pergi dari kasir, Maman tiba-tiba muncul bak pahlawan. “Katanya, ‘Yang (panggilan sayang untuk Mae), mau kemana?, makanannya kan belum saya bayar’. Saya bilang, ‘sudah’. Jawabnya, ‘Oh sudah ya, bagus deh, makasih ya.’ enggak kesal gimana coba, dia malah cengengesan tanpa rasa bersalah,” ujar Mae. Sikap konyol Maman itu memang tak ada habisnya.
Perkenalan Mae dan Maman terjadi ketika ada kegiatan kepanitiaan HUT RI Karang Taruna di Pandeglang. Selama mereka berpacaran, Mae menerima tingkah Maman yang seperti itu. Mae berpikir, Maman berbuat seperti itu mungkin sekadar ingin menghibur Mae. Itu dibuktikan Mae yang selalu tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. Namun, lain sikap lain perbuatan. Tak dinyana, gaya pacaran Maman luar biasa. Maman doyan yang berbau-bau anyir gitu. Apaan tuh? Dianggapnya, tak main kalau pacaran tidak begituan. Alamak.
“Hampir setiap kali bertemu, selama pacaran senangnya main ke kamar,” ungkapnya. Terus ngapain? “Ya begituanlah, suka pura-pura ah,” Terus mau? “Ya, bagaimana lagi, Maman kan lumayan ganteng,” jawabnya. Ya elah, bilang saja doyan juga Mbak.
Justru di ranjang, Mae melihat Maman tampak perkasa dan pandai bermain safe. Maksudnya, setiap memporakporandakan kehormatan Mae, Maman selalu sedia alat pengaman. Pokoknya, sudah kayak strategi permainan sepak bola. Widih, sudah pakar kayaknya nih Maman. Lantaran itu, Mae menerima segala kekurangan Maman, termasuk gaya konyolnya yang kerap mengundang tawa.
Hubungan mereka pun bertahan satu tahun lamanya. Sampai akhirnya, mereka naik ke pelaminan dan menjalani kehidupan rumah tangga. Di hari H pernikahan, sifat konyol Maman kumat. Maman datang ke hari pernikahan dengan pakaian tak lazim. Bukan mengenakan jas atau kemeja lengkap dengan sepatu pentopel, Maman justru mengenakan celana pendek dengan ekspresi wajah yang cuek-cuek bloon. Ludah kering masih menempel di tepian mulutnya serta kotoran di mata pun masih ada saat menghampiri mempelai wanita. Pastinya, ciri-ciri seperti itu merupakan ciri baru bangun tidur dan belum mandi. Ih jorok.
Mae sempat mengurungkan niat menikah. Ia tidak menyangka, sifat konyol Maman ternyata kronis alias bloon beneran. Namun apa daya, ratusan tamu undangan sudah berada di depan mata.
“Dia bilang lupa kalau hari itu hari pernikahannya, gila kan! Orangtuanya juga diam saja, mungkin tahu betul kelakuan buruk Maman,” katanya. Astaga.
Saat akad nikah juga, harus berapa kali Maman mengulang dan selalu bikin tertawa para undangan. Begitu pula dengan tradisi malam pertama yang disadari keduanya terasa tidak istimewa. Wajar, tradisi belah duren kan sudah mereka anggap biasa selama pacaran. Setidaknya, seminggu sekali mereka memadu kasih di kamar berduaan.
Setelah menjalani rumah tangga, Mae mulai sadar akan sifat buruk Maman. Diawali dengan Maman yang ogah-ogahan bekerja sehingga hanya menjadi buruh serabutan setelah dipecat sebagai pegawai restoran, sampai semua barang dijualnya dan tinggal di kontrakan murah. Alamak.
Puncaknya, setelah motornya dijual, keduanya jadi sering bepergian menggunakan angkot. Lagi-lagi sifat Maman kumat. Pernah ongkosnya kurang ketika turun dari angkot dan Maman cuek saja. Ia juga tidak bilang kepada Mae sehingga tidak berjaga-jaga.
“Uniknya, dia santai-santai aja dimaki-maki sopir angkot pas tahu ongkos kurang. Saya yang malu setengah mati dilihat penumpang lain, ampun,” cetus Mae kesal.
Lantaran itu, meski sudah dikarunia satu anak buah pernikahan dengan Maman, Mae yang habis kesabaran memutuskan bercerai setelah tidak ada niatan dari Maman untuk berubah. Kini Mae balik ke rumah orangtua dan bekerja di rumah makan. Kini Mae sudah mendapat pengganti Maman yang tak lain teman seprofesinya. “Mudah-mudahan, kali ini saya enggak salah pilih,” harapnya. Amin. (Nizar S/Radar Banten)