SERANG – Tanah longsor yang terjadi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang menjadi penyebab banjir bandang di Kabupaten Lebak semakin meluas. Hasil pantauan kamera udara (drone) pada Sabtu (11/1) yang dilakukan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) TNGHS Wilayah 1 Lebak menemukan 14 titik longsor baru. Padahal hasil pantauan sebelumnya pada 7 Januari 2020, hanya ditemukan 35 titik longsor di TNGHS.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi pendataan dan penertiban penambangan tanpa izin Polda Banten bersama Pemprov Banten, Pemkab Lebak, pengelola TNGHS wilayah 1 Lebak dan instansi terkait lain di Mapolda Banten, Senin (13/1).
Menurut Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) TNGHS Lebak, Siswoyo, hingga 11 Januari, pihaknya telah menemukan 49 titik longsor di kawasan TNGHS. Padahal pantauan pada 7 Januari 2020, pihaknya hanya menemukan 35 titik longsor, sedangkan pada 11 Januari ditemukan lagi 14 titik longsor. “Titik longsor ini direkam berdasarkan pantauan kamera udara dari tim taman nasional. Pemetaan dilakukan dari tanggal 1 hingga 11 Januari,” kata Siswoyo kepada Radar Banten usai rapat, Senin (13/1).
Longsor dan banjir berdasarkan dari hasil kajian TNGHS, menurut Siswoyo, disebabkan oleh intensitas hujan yang deras juga mengakibatkan hulu sungai di Blok Cibuluh meluap. Luapan di hulu Sungai Ciberang yang berada di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, itu yang akhirnya meluap ke Sungai Ciberang di Kabupaten Lebak. “Temuan sementara hingga hari ini (kemarin-red) ada 49 titik longsor di TNGHS,” ujarnya.
Terkait temuan 14 titik longsor baru, Siswoyo tidak bisa memastikan apakah itu titik longsor baru atau titik longsor yang terjadi pada awal Januari 2020. “Temuan baru tidak berarti longsor baru, sebab tim kami masih kesulitan untuk melakukan pemantauan udara di seluruh kawasan TNGHS karena beberapa lokasi masih belum bisa diakses,” jelasnya.
Ia memperkirakan masih ada titik longsor tambahan, sebab belum semua kawasan TNGHS bisa direkam oleh tim drone. “Pekan ini tim akan diterjunkan kembali ke sejumlah titik, sehingga semua kawasan TNGHS bisa direkam melalui pantauan udara,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten Eko Palmadi mengatakan, terkait titik penambangan ilegal di kawasan TNGHS luasnya mencapai 45 hektare di wilayah Lebak. “Ada sekira 45 hektare di Lebak. Jumlahnya mencapai 70 hingga 100 titik tambang ilegal,” kata Eko usai rapat.
Ia menambahkan, selama ini tidak ada satu perusahaan tambang yang mengurus izin ke Pemprov Banten untuk melakukan penambangan di TNGHS. “Jadi tidak ada penambang yang resmi. Karena wilayah konservasi, taman nasional, sehingga tidak boleh ada kegiatan apalagi penambangan. Wong kita masuk ke sana motongin pohon aja bisa ditangkap kok, apalagi nambang,” tegas Eko.
Sementara Karo Ops Polda Banten Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Aminudin Roemtaat mengatakan, pihaknya telah menerima laporan terkait titik longsoran yang lain di TNGHS. “Ada informasi baru mengenai longsoran yang disampaikan oleh Pak Siswoyo. Saya mau cek lapangan, koordinatnya seperti apa. Saya enggak mau (dari drone-red),” kata Roemtaat.
Kepolisian akan mengecek lokasi longsoran tersebut dengan menggunakan alat milik Mabes Polri. Alat tersebut, kata Roemtaat, dapat menunjukkan nama lokasi daerah yang diperiksa. “Saya pengin lihat di situ pakai alat Mabes Polri, alatnya canggih. Nanti ketahuan masuk wilayah mana,” kata Roemtaat.
Dia mengatakan, terkait penambangan emas ilegal di kawasan TNGHS telah memberikan penjelasan di Mabes Polri, Jumat (10/1). Setelah memberikan paparan satu hari kemudian, dilakukan patroli skala besar di lokasi penambangan emas ilegal di Desa Cidoyong, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak. Lokasi penambangan sudah dilakukan penyegelan. “Yang pasang garis polisinya dari Bareskrim dan Krimsus (Polda Banten-red),” kata Roemtaat.
Dia mengatakan patroli skala besar langsung dipimpin Roemtaat. Operasi itu melibatkan 70 personel gabungan. Mereka mendatangi tempat lokasi penambangan di lereng Gunung Halimun Salak tepatnya di blok wilayah Kabupaten Lebak. “Enggak sampai ratusan personel yang diterjunkan,” ujar Roemtaat.
Sedangkan Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi mengatakan, penyebab banjir bandang dan longsor di wilayahnya bukan saja disebabkan oleh aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan TNGHS. Sebab, di lokasi terparah yang terkena longsor di Cigobang dan Cinyiru tidak ada aktivitas penambangan emas ilegal. “Di situ paling parah, ada peti (penambang emas tanpa izin-red) enggak, enggak ada. Kok kenapa longsor. Itu bukan salah satu penyebab saja,” kata Ade setelah mengikuti rapat.
Oleh karena itu penyebab musibah banjir dan longsor harus dicari tahu terlebih dahulu penyebabnya sehingga tindakan yang akan diambil jelas. “Ini yang kita cari setelah itu baru solusinya apa. Kalau kita tahu penyakitnya kita tahu obatnya apa,” kata Ade.
Hingga saat ini, kepolisian dan pemerintah provinsi sedang mencari penyebab pasti longsor Lebak. “Kita rapatkan ingin tahu detail penyebabnya. Tentu penyebabnya ada rangkaian ada curah hujan, kemarau panjang hutan gundul, itu penyebabnya,” tutur Ade
Rapat koordinasi kemarin turut dihadiri oleh Danrem 064 Maulana Yusuf Kolonel Inf Windiyatno, Direskrimsus Polda Banten Kombes Pol Rudi Hananto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten Husni Hasan, Wakapolres Lebak Komisaris Polisi (Kompol) Wendy Andrianto, dan instansi terkait lain. (den-mg05/alt/ags)