SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – PT Datong Lightway Interational Technology (DLIT) dituntut pidana denda Rp 200 juta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang.
Pabrik pengelolaan biji timah yang berlokasi di Jalan Raya Cikande-Rangkasbitung KM 4,5, Desa Kareo, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, ini dianggap terbukti membuang limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
“Menjatuhkan pidana denda kepada PT Datong Lightway International Technology yang diwakili oleh pengurus Sandy bin Abas sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan jika pidana denda tersebut tidak dibayar maka dirampas harta kekayaannya aset dari korporasi dirampas,” kata JPU Kejari Serang, Fitriah, dilansir dari lama Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin 29 April 2024.
Tuntutan tersebut dibacakan pada Rabu 24 April 2024. Dalam surat tuntutannya, JPU menilai PT DLIT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
“Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 104 Jo 116 huruf (a) Jo Pasal 118 Jo Pasal 119 UURI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan UURI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,” ungkapnya.
Dijelaskan Fitriah dalam surat tuntutannya, PT DLIT sudah mulai beroperasi sejak Mei 2020 lalu. Bahan baku yang digunakan oleh pabrik ini adalah pasir silikat, batu merah, batu kapur, timbal konsentrat dan bahan pendamping berupa kokas.
“Bahan baku PT Datong Lightway International Technology antara lain pasir silikat, batu merah dan batu kapur berasal dari produk lokal, sedangkan timbal konsentrat diimpor dari beberapa negara,” katanya.
Proses kegiatan dan usaha PT DLIT dalam memproduksi pembuatan ingot timah hitam diawali dengan proses pencampuran atau mixing bahan baku kecuali kokas.
Setelah proses pencampuran kemudian proses pencetakan dengan menggunakan mesin cetak seperti bata. “Selanjutnya dilakukan proses mempersiapkan material bata untuk ditata dibawahnya kokas, kemudian dilakukan pembakaran dengan suhu tinggi,” ungkapnya.
Fitriah mengungkapkan, pemisahan timbal dengan bahan lain dilakukan dengan meniupkan angin dari samping ke lokasi pembakaran atau tungku pembakaran. Kemudian, bahan baku tadi akan menjadi cair dan dialirkan ke wadah pencetak ingot timah hitam.
“Bahan lain yang masih tersisa dilakukan pengolahan kembali. Pengolahan kembali dilakukan terhadap sisa bahan yang memiliki warna dan ciri-ciri kandungan timbal atau timah halus masih ada atau kelihatan, sehingga dilakukan pengolahan kembali,” jelasnya.
Fitriah mengatakan, ingot timah hitam yang sudah dingin siap untuk dilakukan pengiriman ke luar negeri. Sementara akibat dari produksi ini menghasilkan limbah slag.
“Kegiatan yang dilakukan PT Datong Lightway International Technology melakukan pemilahan berdasarkan bentuk slag yang ada, yaitu berbatu, kerikil atau pasir. Setelah dikelompokkan perusahaan menguji kandungan logam menggunakan laboratorium yang ada di pabrik,” katanya.
Fitriah menerangkan, dalam hal kandungan logam masih tinggi, maka bahan slag tersebut digunakan sebagai bahan baku produksi kembali. Total slag yang ditemukan di belakang perusahaan ini sekitar 100 ton.
“Bahwa PT Datong Lightway International Technology melakukan penempatan limbah B3 berupa slag di belakang perusahaan besarannya sekitar 100 ton,” ujarnya.
Menurut Fitriah, sekitar 100 ton slag yang termasuk ke dalam limbah B3 itu tidak ditempatkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akibat penempatan limbah yang tidak sesuai tempatnya itu, PT DLIT telah melakukan pelanggaran terhadap perundang-undangan.
“Kenyataannya bahwa limbah B3-nya tidak dimanfaatkan tetapi didumping atau ditempatkan secara terbuka,” ungkapnya.
Fitriah menegaskan, dengan membuang, menempatkan atau menumpuk limbah B3 ke media lingkungan secara terbuka di area belakang perusahaan tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maka dapat mencemari tanah dan air.
“Limbah yang mengandung pencemar logam-logam berat jika dibuang tanpa mengikuti persyaratan peraturan yang berlaku, maka jika terjadi hujan, air hujan berpotensi akan melarutkan logam-logam berat yang terkandung di dalamnya,” ucapnya.
“Selanjutnya logam-logam berat tersebut akan terbawa air hujan dan mencemari tanah dan air tanah. Logam-logam berat dikenal memiliki efek kronis (menahun-red) akibat sifatnya yang bioakumulatif,” sambungnya.
Akibat penempatan limbah B3 yang tidak sesuai itu, ancaman penyakit kronis terhadap manusia seperti darah tinggi, kanker, ginjal dan lain-lain dapat terjadi.
“Sedangkan untuk jangka pendek pembuangan limbah yang mengandung logam berat langsung ke media lingkungan akan mencemari tanah dan air tanah sehingga tidak lagi sesuai dengan peruntukannya,” tuturnya. (*)
Editor: Agus Priwandono