SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Wahyunoto Lukman disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah pada 2024 senilai Rp75,9 miliar.
Namun meski disebut terlibat, penyidik Kejati Banten belum menetapkan Wahyunoto sebagai tersangka.
Kasi Penkum Kejati Banten Rangga Adekresna membenarkan ada dugaan kongkalikong antara Direktur Utama PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Syukron Yuliadi Mufti dengan Wahyunoto.
Namun, penyidik sampai saat ini baru menetapkan Syukron sebagai tersangka. Terkait dengan status Wahyunoto dia masih berstatus sebagai saksi. “Belum (ditetapkan tersangka-red), tim masih melakukan penyidikan,” katanya, Selasa 15 April 2025.
Rangga mengatakan, Syukron dan Wahyunoto diduga telah melakukan pemufakatan jahat agar proyek puluhan miliar itu dikerjakan oleh PT EPP. Padahal, perusahaan yang terletak di Jalan Salem I RT 004/RW 08, Kelurahan Serpong, Kecamatan Serpong, Kota Tangsel itu tidak memiliki fasilitas, kapasitas dan atau kompetensi dalam mengelola sampah.
“PT EPP tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan Sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Rangga mengungkapkan, agar pekerjaan tersebut dapat diambil alih oleh PT EPP, Syukron mempersiapkan diri agar dapat mengikuti proses pengadaan tersebut.
Selanjutnya, Syukron menjalin komunikasi dengan Wahyunoto untuk mengurus KBLI atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.
“Tujuannya agar PT EPP agar memiliki KBLI pengelolaan Sampah, tidak hanya KBLI pengangkutan,” ungkapnya.
Dikatakan Rangga, berkaitan dengan klasifikasi pekerjaan pengelolaan sampah, terdapat fakta persekongkolan untuk membentuk Bank Sampah Induk Rumpintama, CV BSIR terlebih dahulu.
Pembentukan bank sampah ini, melibatkan Agus Syamsudin yang kemudian diangkat sebagai Direktur CV BSIR. “Sekira bulan Januari tahun 2024 di Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor (pembentukan bank sampah-red),” katanya.
Rangga menerangkan, CV BSIR didirikan untuk mendukung pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah di DLH Tangsel. Ia menyebut, meski telah menyiapkan berbagai hal dan menerima dana Rp 75 miliar lebih, namun nyatanya PT EPP tidak mengerjakan proyek tersebut.
Syukron diduga mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain seperti kepada PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS dan CV BSIR. “Bahwa dalam melaksanakan pengangkutan sampah, PT EPP ternyata tidak melakukan distribusi sebagian besar sampah ke lokasi yang sesuai dengan kriteria Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Tindakan Syukron tersebut, diakui Rangga bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013.
“Berdasarkan pasal 14 ayat (1) Surat Perjanjian ataukontrak PT EPP tidak diperbolehkan mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain,” ungkapnya.
Rangga mengungkapkan, tindakan Syukron tersebut membuatnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Mastur Huda