SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Terdakwa kasus dugaan korupsi jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun anggaran 2024 senilai Rp75,9 miliar, Sukron Yuliadi Mufti, meminta dibebaskan dari tahanan.
Direktur PT Ella Pratama, itu menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya cacat formil. “Surat dakwaan prematur dan cacat formil,” ujar Kuasa Hukum Sukron, Hutomo, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (8/10).
Menurut Hutomo, dakwaan JPU dianggap cacat formil karena tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses investigasi maupun penghitungan kerugian keuangan negara.
Padahal, kata dia, BPK merupakan lembaga negara yang secara konstitusional memiliki kewenangan untuk menetapkan ada atau tidaknya kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi.
“Jika Majelis berpegang pada pandangan bahwa kewenangan penentuan kerugian negara berada pada BPK, maka ketiadaan penetapan atau konfirmasi dari BPK menjadikan dakwaan prematur,” jelasnya.
Hutomo juga menilai kasus tersebut merupakan perjanjian kontraktual antara pihak swasta dan instansi pemerintah, sehingga jika timbul kerugian, hal itu merupakan ranah keperdataan, bukan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan alasan itu, ia meminta Majelis Hakim untuk menerima eksepsi dan memerintahkan JPU menghentikan perkara. “Kami memohon kepada Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan sela dengan amar memerintahkan Penuntut Umum membebaskan dan mengeluarkan terdakwa Sukron Yuliadi Mufti dari penahanan,” tegas Hutomo.
Selain Sukron, terdakwa lain dalam perkara ini, yakni Zeky Yamani (44) — mantan Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian DLH Tangsel, juga mengajukan eksepsi dengan substansi serupa.
Keduanya menilai surat dakwaan kehilangan dasar hukum yang sah karena tidak memenuhi syarat formil maupun materil sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Reporter: Fahmi











