SERANG – Mantan kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cilegon Akhmad Dita Prawira menegaskan, permintaan uang sebesar Rp2,5 miliar untuk sponsorship ke Cilegon United (CU) itu berasal dari insiatifnya. Ide tersebut muncul setelah PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dan PT Brantas Abipraya (BA) mengajukan permohonan izin pembangunan Mal Transmart Cilegon.
“Sejak munculnya permohonan Transmart (pembangunan-red), ada beberapa syarat yang belum dipenuhi, salah satunya amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Spontanitas saya terkait sponsorship bukan perizinan. Ide sponsorship tidak dari walikota, tapi langsung dari saya,” kata Dita saat diperiksa sebagai saksi sekaligus terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (11/4).
Dita berdalih permintaan dana sponsorship itu secara kebetulan bertepatan dengan permohonan perizinan pembangunan Mal Transmart oleh PT BA dan PT KIEC. “Kebetulan bersamaan dengan permohonan perizinan,” kilah Dita.
Dita diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Walikota Cilegon nonaktif Tubagus Iman Ariyadi dan Direktur PT Jayatama Primayasa Hendri. “Beliau (Iman Ariyadi-red) meminta agar KIEC dan Brantas berpartisipasi. Sampaikan kepada Brantas dan KIEC apakah mereka bersedia menjadi sponsorship CU,” kata Dita di hadapan majelis hakim yang diketuai Efiyanto.
Dita mengaku saat diperiksa penyidik mengaku gugup sehingga menyeret nama Iman Ariyadi. “Saya meminta maaf pada Pak Wali (Iman Ariyadi-red). Saya nervous (gugup-red) banget karena pertama kali diperiksa,” kata Dita.
Setelah beberapa kali pertemuan, PT BA dan PT KIEC mengaku tidak sanggup memenuhi permintaan sebesar Rp2,5 miliar. Iman Ariyadi baru menerima laporan dari Dita terkait kesedian PT KIEC dan PT BA memberikan dana sebesar Rp1,5 miliar. “Akhirnya, saya sampaikan kepada Pak Wali (Iman Ariyadi-red), mereka hanya sanggup Rp1,5 miliar. Beliau (Iman Ariyadi-red) sampaikan, ya sudah, kalau sanggup begitu, sampaikan ke CU,” kata Dita.
Disinggung soal jaminan penerbitan rekomendasi dari Walikota Cilegon supaya proyek dapat dilaksanakan sebelum izin terbit, Dita mengaku hal itu hanya sebatas wacana. “Ada wacana diskresi. Diskresi dalam bentuk secarik kertas. Nanti konsideran ada beberapa yang harus dipatuhi oleh pemegang (rekomendasi-red) agar tidak teradang oleh elemen masyarakat yang agresif (menolak pembangunan-red),” kata Dita.
Kesaksian Dita ditanggapi oleh Efiyanto. Dia menilai Dita sedang berbohong. “Saya tahu dia (Dita-red) banyak bohong. Nanti dinilai saja apakah pencabutan keterangan BAP sah atau tidak,” kata Efiyanto.
Sebelumnya, Hendri diperiksa sebagai saksi dan terdakwa sekaligus. Direktur PT Jayatama Primayasa mengaku telah mengenal Akhmad Dita Prawira cukup lama. “Tahu sudah lama, ngobrol jarang,” kata Hendri.
Dituturkan Hendri, keterlibatannya dalam perkara tersebut berawal, ketika ia menemui Manajer Legal PT KIEC Eka Wandoro Dahlan di kantornya. Hendri bertanya mengenai proyek pembangunan mal yang belum berjalan. “Saya tanya ke Pak Eka, kok belum jalan? Katanya (jawaban Eka-red), ada beberapa proses yang belum dilalui. Seperti, perizinan,” tutur Hendri.
Saat itu Hendri diminta untuk membantu proses perizinan dan meredam gejolak dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan elemen masyarakat lain. “Kebetulan kan Pak Hendri putra daerah. Nanti dibantu, ya Pak kalau dari masyarakat dan oknum LSM yang menolak,” ucap Hendri menirukan ucapan Eka.
Hendri bersedia membantu pengurusan perizinan pembangunan mal itu lantaran ingin mendapatkan sub pekerjaan pembangunan tersebut. “Situasi ekonomi tidak menentu, siapa pun pasti bersedia, kenal atau tidak kenal karena ini investasi besar. Saya beranikan diri karena ingin dapat proyek sub. Intinya hanya ingin dapat pekerjaan. Kan ada pekerjaan jalan, pagar, parkir,” beber Hendri.
Sesuai janji Eka, Hendri dikenalkan dengan Project Manager PT BA Bayu Dwinanto Utomo. “Pertemuan pertama dikenalin saja,” kata Hendri.
Keterangan Hendri dibantah Dita. Dia menolak pernah membahas biaya perizinan dengan Eka dan Hendri. Dita juga membantah pernah menyampaikan metode sponsorship sebagai cara menghindari audit BPK. “Tidak ada pembahasan biaya perizinan,” tegas Dita.
Seusai pertemuan pertama, Hendri, Eka dan Bayu mendatangi kantor DPMPTSP Kota Cilegon. Tujuan kedatangan mereka untuk mengenalkan Bayu kepada Akhmad Dita Prawira. “Tidak sampai satu bulan setelah pertemuan pertama,” kata Hendri.
Setelah berkenalan, Bayu menanyakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin pembangunan dari DPMPTSP Kota Cilegon. “Saya kan tidak tahu syarat-syarat perizinan. Saya hanya dengerin teknis perizinannya,” kata Hendri.
Seusai pertemuan itu, Hendri diundang Dita untuk bertemu di Hotel The Royale Krakatau. Pertemuan itu dihadiri Eka, Bayu, dan Dita. Setelah Bayu pulang, Dita menyatakan pembuatan izin itu membutuhkan biaya sebesar Rp2,5 miliar. “Pak Eka tanya ke Pak Dita berapa biayanya? Pak Dita bilang ada biaya Rp2,5 miliar,” kata Hendri.
Sesuai ucapan Dita, jelas Hendri, pengurusan izin amdal itu dilakukan secara normatif memiliki jangka waktu tertentu. “Tapi kalau bayar Rp2,5 miliar nanti rekomendasi amdal keluar,” kata Hendri.
Atas permintaan dana itu, Eka berjanji untuk menyampaikan hal itu kepada pihak PT BA. Namun, PT BA keberatan lantaran biaya perizinan yang diajukan Dita dinilai terlalu besar. “Ada beberapa komunikasi keberatan. Terlalu besar anggarannya,” kata Hendri.
Diakui Hendri, biaya pembuatan izin pembangunan Mal Transmart tersebut mengalami penurunan setelah beberapa kali pertemuan. Namun, Hendri tidak mengetahui alasan penurunan biaya pengurusan izin tersebut. “Pak Dita telepon saya, minta Rp1,5 miliar untuk sponsorship, dari si bos (Walikota Cilegon-red),” jelas Hendri.
Namun, Hendri mengaku PT BA melalui Bayu masih keberatan atas jumlah tersebut. PT BA hanya bersedia mengeluarkan uang sebesar Rp800 juta. “Kalau Brantas (PT BA-red) masih keberatan, mereka tetap anggaran 800 juta,” kata Hendri.
Dikatakan Hendri, setelah biaya perizinan turun Eka menghubunginya dan menyampaikan bahwa Dirut PT KIEC Tubagus Dony Sugihmukti akan bertemu dengan Tubagus Iman Ariyadi. “Pak Eka menginformasikan KIEC kasih Rp700 juta. Katanya, Kang, KIEC dan Brantas (BA-red) udah sepakat kasih sponsorship, jadi sudah klir ya,” kata Hendri.
Hendri menegaskan, permintaan uang Rp1,5 miliar itu awalnya terkait dengan perizinan pembangunan mal. Dia tidak mengetahui permintaan uang itu terkait sponsorship untuk CU. “Saya tidak tau sponsorship, awalnya perizinan (permintaan uang-red). Lama-lama Pak Dita bilang itu sih sponsorship,” kata Hendri.
Diakui Hendri, metode pemberian uang melalui sponsorship itu dilakukan agar terhindar dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kata Pak Dita seperti itu,” ujar Hendri.
Hendri mengaku, tidak mengetahui penyerahan uang sponsorship ke rekening CU. “Penyerahan tidak tahu. Setelah saya di Salemba (Rutan-red) baru tahu,” kata Hendri. (Merwanda/RBG)